Piramida Keuangan
Sekitar dua bulan lalu aku ikutan PO JKPN (Jurnal Keuangan Pra Nikah) dari @mommenkeu. Emang sejak jadi mahasiswa tingkat akhir aku udah cukup concern soal keuangan (sadar klo mau lulus kuliah pasti ditanya kerja) dan nggak jauh-jauh dari income alias duit. Kebutuhan apapun menjelang dewasa ntah mau beli rumah, beli tanah, nikah, dkk pasti butuh duit.
Trus beberapa minggu lalu juga sempat ngobrol sama sobatku tentang keuangan. Dia lagi belajar juga tentang investasi gitu gitu. Bener2 emang dia ini supporting person banget buat aku, jadi reminder kalau dari sekarang perlu kelola keuangan, jangan boros, karena kita nggak tau masa depan. Belajar keuangan itu nggak usah nunggu udah kerja dapet gaji besar atau pas udah nikah. Tapi mulai sekarang meskipun juga masih dibiayai orangtua.
Mungkin beberapa orang beranggapan, "Rezeki kan udah diatur sama Allah, termasuk pemasukan dan keuangan kita. Klo ngatur ngatur duit gitu kek keliatannya nggak bersyukur deh sama pemberian-Nya."
Hellooww... ngatur keuangan itu tujuannya supaya kita tau kemana perginya uang yang kita punya, untuk hal manfaat atau maksiat? Untuk sedekah atau bermewah-mewah? Di akhirat nanti pun kita akan dimintai pertanggungjawabannya juga. Jadi selama masih di dunia berusaha untuk memastikan uang kita dari sumber yang halal dan dipakai juga untuk kebaikan. Kalau kita bisa mengatur keuangan, menyiapkan budget untuk zakat infaq sedekah, dan mempersiapkan kehidupan yang layak untuk keturunan kita, yang beruntung juga kita sendiri.
Salah satu materi penting di buku JKPN ini adalah Piramida Keuangan. Udah aku catetin juga dan di postingan ini kucoba buat menjelaskan sepemahamanku yaa.
![]() |
Ini catetanku, btw aku tidak bisa share semua materi karena ada hak ciptanya yaa. Jadi akan share tentang piramida keuangan saja. |
Jadi secara umum ada 5 Level keuangan dan dimulai dari Level 1 yang paling bawah.
Level 1. Kas, DD, Hutang
Kas itu berkaitan sama cashflow, jadi uang masuk harus dipastikan dulu lebih besar dari uang keluar. Kalau besar pasak daripada tiang ya itu artinya ada hutang kann. Kalau dalam kondisi seperti itu, yg perlu dilakukan (dari beberapa sumber juga) adalah mengurangi pengeluaran atau menambah pemasukan. Mengurangi pengeluaran yang kurang penting (lifestyle, kemewahan, jajan jajan dkk) lebih baik dikurangi atau bahkan dihapus dari budget. Kalau udah mengurangi dan memang udah kebutuhan pokok doang tapi masih kurang, berarti perlu meningkatkan pemasukan misalnya, kerja part time, freelance, bisnis, dkk. Dan yang terpenting, "Jangan menambah hutang lagi".
Hindari hutang ke pinjaman online, karena sistemnya memang menipu (artinya dia sengaja menipu para korban), dan tentunya banyak riba (karena bunganya sangat besar).
Trus kalau DD itu singkatan dari Dana Darurat. Berdasarkan penelusuranku, Dana Darurat itu dana yang disiapkan untuk kondisi darurat, di mana kondisi itu tuh tidak kita harapkan. Jadi, kalau sampe dana darurat kepake, berarti kondisi kehidupan kita memang pas tidak kita harapkan, misalnya kejadian bencana, pencari nafkah utama meninggal dunia, kehilangan barang berharga, kerampokan, trus pandemi COVID-19 ini yang membuat sebagian besar orang di-PHK juga bisa masuk dalam keadaan darurat sehingga dana daruratnya bisa dipake. Jadi, dana darurat dan tabungan itu dua hal yang berbeda yaaa. Kalau tabungan itu dana yang disiapkan untuk hal-hal yang memang kita inginkan. Besarnya dana darurat ini minimal 3-6 kali biaya kebutuhan bulanan dengan asumsi dalam waktu 3-6 bulan itu kita bisa bangkit lagi (dapet kerja lagi dan sudah recovery). Dana darurat bisa ditambah juga sesuai kemampuan, dan harus berupa harta yang mudah dicairkan (misal saldo rekening dan emas yang mudah dijual sewaktu-waktu).
Level 1 ini harus diselesaikan dulu sebelum menuju level selanjutnya, atau boleh disambi ke level selanjutnya secara beriringan. Yang jelas, level 1 ini yang diprioritaskan terlebih dahulu.
Level 2. Proteksi
Proteksi ini berupa asuransi, baik asuransi jiwa maupun asuransi kesehatan. Secara sederhana, asuransi kesehatan itu perlu untuk seluruh anggota keluarga, sedangkan asuransi jiwa cukup untuk pencari nafkah utama saja. Nah, seperti yang sudah tertulis sebelumnya, Level 2 (proteksi) ini bisa dilakukan beriringan dengan Level 1, dengan syarat Level 1 nya yang diutamakan dulu. Di Indonesia, lembaga asuransi yang disediakan pemerintah itu BPJS. Ada 2 jenis BPJS, yaitu BPJS Kesehatan (untuk asuransi kesehatan) dan BPJS Ketenagakerjaan (untuk asuransi jiwa, yang biasanya udah dibayarkan oleh perusahaan tempat bekerja). Selain BPJS sebenernya ada banyak asuransi lain yang bertebaran dan harganya bervariasi, kayak Prudential, Sunlife, Allianz, dkk. Di Indonesia, sampai saat ini, asuransi kesehatan yang menanggung rawat jalan (kek cuma berobat biasa, nggak nginep RS) itu cuma BPJS, asuransi lainnya tidak menanggung rawat jalan alias hanya menanggung biaya kesehatan kalau sampe opname.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum memilih asuransi dan memutuskan membeli polis asuransi:
- Biayanya apakah masuk ke budget?
- Fasilitas yang didapatkan
- Based-nya hanya di Indonesia atau bisa di luar negeri juga (untuk asuransi kesehatan, apakah bisa berobat ke luar negeri juga?)
- Kemudahan dalam klaim asuransi
- Asuransi syariah?
- Terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan)?
- Rekam jejak → pernah ada masalah?
- RBC > 120% → Risk Based Capital, ada di laporan keuangan (btw ini aku masih kurang paham, jadi silakan riset dulu yaa)
- Trusted Agen → eek lisensi agen asuransi → aasi / aaci
Level 3. Tujuan Keuangan
Tujuan keuangan tiap orang kan beda-beda yaak. Bahkan orang yang masih single sama yang berkeluarga juga kemungkinan beda, karena kebutuhannya juga beda-beda. Pada intinya, Level 3 ini mencakup investasi dan tabungan yang ada tujuannya gitu. Jadi nggak asal investasi dan nggak asal nabung. Karena perbedaan tujuan bisa beda juga instrumen investasi atau tabungan yang cocok. Misalnya, untuk tujuan jangka pendek misal liburan atau studi lanjut bisa pake tabungan atau reksadana. Nah untuk tujuan jangka panjang kayak pendidikan anak bisa pake saham. Tapi sekali lagi, di sini aku bukan expert yaa.. wkwk jadi buat kalian para pembacaku bisa riset lebih lanjut sendiri. Terkait reksadana dan saham ini aku juga masih ragu, karena beberapa ulama ada yang mengharamkan karena dianggap riba, soalnya nggak jelas investasinya (tidak terlihat secara fisik dan kita nggak tau pengelolaannya seperti apa). Kembali saja pada keyakinan masing-masing ya guys. Beberapa contoh tujuan keuangan:
- Studi lanjut
- Persiapan pernikahan
- Dana Pendidikan anak
- Haji dan Umrah
- Beli rumah
- Beli mobil
- Liburan
Level 4. Dana Pensiun
Pada masa tua, tentunya kita nggak pengen anak kita jadi generasi sandwich (yang membiayai orangtua dan keluarganya juga), maka hal yang perlu kita lakukan adalah dengan menyiapkan dana pensiun. Jadi anak-anak keturunan kita nanti bisa terbebas dari generasi sandwich itu. Biasanya, dana pensiun itu bisa ditabung berupa tabungan pensiun dan bisa juga dari passive income. Passive income ini salah satunya dari investasi yang sudah kita punya, mungkin dari bisnis, saham, kebun, sawah atau punya kos-kosan yang menghasilkan tiap bulannya. Pada intinya, kita nggak perlu bekerja keras untuk mendapatkan uang itu.
Level 5. Waris dan Hibah
Level 5 ini level tertinggi, artinya kita harus sudah memenuhi Level 1-4 dulu baru bisa lanjut ke Level 5 ini. Karena sebenernya kan Level 5 ini nggak wajib, artinya kalau kita nggak punya harta warisan atau hibah juga nggak masalah. Aku pernah denger kalimat ini dari sobatku yang katanya dibilang orangtuanya ke dia.
Mamah papah itu nggak bisa ngasih warisan harta apa-apa ke kamu. Yang mamah papah bisa kasih ya Ilmu dan Akhlak.
Bener juga, harta bisa dicari sedangkan ilmu dan akhlak perlu diajarkan orangtua ke anak. Kalau mereka dibekali ilmu dan akhlak yang baik, insyaAllah harta akan mengikuti.
Ngomong-ngomong soal waris, itu tuh suatu hal yang krusial banget bahkan bisa bikin "perang saudara" kalau sampe pembagiannya nggak adil atau udah adil tapi ada yang nggak terima. Dalam hukum Islam, perihal warisan ini sudah diatur sedemikian jelasnya, tapi dalam kenyataan seringkali ada orang yang "gila harta" dan pengen ngembat semua warisan orangtuanya (apalagi orangtuanya kaya yekan). Jadi menurutku hal terpenting (dari sudut pandang orangtua) yang perlu dilakukan adalah menjelaskan ke anak-anak kita perihal hukum waris ini dan mengajarkan mereka untuk mensyukuri, tidak saling iri, akur dan saling menjaga antar saudara. Lalu, kalau dikhawatirkan akan terjadi sengketa perihal warisan misalnya, kita bisa hibahin aja.
Apa bedanya waris dan hibah?
Waris → diberikan karena sudah meninggal, jumlahnya itu sudah ada hukumnya (baik hukum waris dalam Islam maupun negara)
Hibah → diberikan ketika masih hidup, dan jumlahnya itu bebas (suka-suka yang ngasih)
Jadi, dengan memberikan harta sebagai hibah, menurutku akan meminimalisir "sengketa" waris. Kan jelas-jelas udah dikasihin, jadi nggak bisa dong saling rebutan, yekan...
Lebih baik lagi kalau kita menyiapkan harta atau properti untuk wakaf. MasyaAllah... pahalanya bisa mengalir meskipun jiwa telah keluar dari raga.
Simpulan
Dari keseluruhan cing congku tentang piramida keuangan ini, intinya mengelola keungan itu penting dan perlu dimulai sekarang, dari diri sendiri dulu. Karena hal itu berpengaruh tidak hanya saat kita hidup di dunia, tapi juga di akhirat. Hutang dibawa mati, harta akan dimintai pertanggungjawabannya, sedekah jariyah bisa menjadi amalan tak terputus, dan warisan yang ditinggalkan juga bisa menimbulkan konflik.
Comments
Post a Comment