Bapak
Terinspirasi menulis blog ini setelah membaca bukunya Kang Ulum A. Saif yang berjudul "Bapak". Di halaman terakhirnya ada sub-bab "Wahai Anak" dan beliau mengajak para anak untuk berkarya (baik itu berupa tulisan, film, dkk) menyuarakan betapa mereka bangga dengan bapaknya. Sebagai seorang anak yang suka menulis dan bangga sama Bapakku tentunya, jadilah kepikiran untuk menulis pelajaran hidup yang kudapatkan dari Bapak.
Kata orang-orang, Bapak adalah laki-laki cinta pertama anak perempuannya, dan itu benar. Laki-laki cinta pertamaku ya bapakku. Alhamdulillah sampai sekarang dan kapanpun itu, cinta beliau nggak akan pernah tergantikan. "Lhah kalo lu punya suami gimana?" Ya tetep, cinta pertamaku Bapak, yang kedua baru suami. Semoga suamiku kelak bisa mencintaiku dengan tulus seperti cinta bapak padaku... aamiin yaa Allah. 😊
Peran Bapak dalam pengasuhan
Di keluarga kami, Bapak dan Ibu punya tiga anak yang kesemuanya perempuan. Jadi mungkin anak-anaknya cenderung lebih deket sama ibu karena sama-sama perempuan, apalagi kalau soal curhatan-curhatan cewek gitu. Tapi, setelah beranjak dewasa, kupikir peran Bapak dan Ibu itu seimbang, alhamdulillah. Kayak, misalnya Ibu nggak bisa handle di bidang X, ntar gantian Bapak yang menghandle. Intinya Ibu dan Bapakku itu saling melengkapi, alhamdulillah. Kalau aku sendiri memang lebih nyaman curhat hal-hal terkait emosi dan perasaan sama Ibu, sambil rebahan di kasur atau nyemil jajan. Ibu itu tipe orang yang suka ngasih nasihat spiritual, jadi kalau butuh diskusi yang lebih serius dan butuh logika, aku lebih suka cerita sama Bapak. Misalnya, diskusi sekolah, ambil mata kuliah apa, target masa depan, agama, politik, sosial, ekonomi, itu diskusinya sama Bapak. Ya, jadi kalau dibilang aku deket sama siapa, ya deket sama dua-duanya, Bapak dan Ibu.
Hal yang paling masih kuinget sampe sekarang, kalau pas aku dimarahi Ibu dan aku mutung (ngambek), selalu ada Bapak yang peluk dan menenangkan. Padahal itu udah terjadi bertahun-tahun lalu (seingetku pas masih TK atau bahkan sebelum TK), tapi masih inget sampe sekarang. Dulu pas aku marah, pernah sampe mbanting gelas kecil yang isinya lilin, lupa karena apa. Pokonya itu sebel banget dan marah banget, aku sampe nangis kejer. Ibu nggak bisa nanganin dan akhirnya Bapak yang menenangkan. Trus setiap dianter-jemput sekolah (ini bahkan sampe kuliah dan sampe sekarang... hehe), Bapak selalu cium pipi dan keningku. Rasanya bener-bener jadi anak yang dicintai. Dengan begitu aku merasa hidupku di dunia ini sangat berharga, setidaknya untuk Bapak dan Ibuku, jadi gaboleh menyia-nyiakan kehidupan.
Pelajaran hidup dari Bapak
Keberanian
Karakter berani ini menurutku adalah hal paling menonjol yang Bapak ajarkan. Karena Ibu tipe perempuan yang sungguh super sangat amat protektif ke anaknya, Bapak justru kebalikannya. Sampe seringkali aku bingung. Lebih bener manut Ibu atau Bapak? Contohnya: perkara naik motor, eksplor lingkungan, petualangan, pulang malem, sampe sesimpel naik wahana ekstrem. Mulai dari yang simpel dulu dah. Kalau pas liburan ke tempat-tempat yang ada wahana ekstremnya, kayak roller coaster, flying fox, kereta gantung, naik di ketinggian, dll pasti Ibu selalu melarang (jangan, jangan, dan jangan) kecuali sama Bapak, bahkan meskipun udah sama Bapak pun seringnya Ibu masih melarang. Kebalikan dari Ibu, Bapak selalu menanamkan keberanian sejak kecil. Kalau ada wahana ekstrem aku selalu diajak naik. Roller coaster pertama seingatku saat usia 5 tahun di Wonderia Semarang, tentunya dipangku sama Bapak. Di kesempatan lainnya, kalau ada wahana ekstrem, Bapak selalu mendorong anak-anaknya buat naik. Misal masih takut gitu, Bapak duluan yang naik, trus pas turun selalu bilang, "Seru kan, ayo gantian kamu yang naik!"
Keberanian ini sebenernya nggak cuma berani dari rasa takut yang simpel-simpel (kayak wahana itu kan masih simpel yaak), tapi juga ketakutan dari masa depan, takut salah, takut mengambil keputusan, takut ini itu banyak lah. Jadi, kalau misal aku dilanda rasa takut yang berlebihan, hal pertama yang kuingat selalu Bapak. "Kalau Bapak dalam situasi ini, gimana ya kira-kira keputusan yang Bapak ambil? Apakah beliau juga takut dan ragu kayak aku?"
Selalu ambil peluang
Sejak SMP beliau memang sudah ngekos, dan mungkin dari sekolah sampe kuliah juga ikut organisasi yang super sibuk. Aku baru sadar juga, sebelum karier beliau stabil, apapun peluang di depan selalu diambil. Belajar autodidak, bisnis, daftar tentara, ngerjain project, pelatihan kesana-kemari (sering banget Bapak pergi luar kota maupun luar Jawa). Apapun itu, kalaupun gagal, beliau akan coba hal-hal yang lainnya. Kayak gimana yaa... semangat pantang menyerahnya itu lhoo, seringkali aku nggak habis pikir. Kok bisa sih??
Karakter untuk berusaha mengambil peluang ini Bapak terapkan juga untuk memberiku pertimbangan atas keputusan-keputusan penting di hidupku. Yang paling kuingat, dulu waktu SMA, di SMA-ku memang ada kelas akselerasi dan kelas olimpiade, selain kelas reguler. Pendaftaran kelas aksel maupun olim ini dilakukan setelah proses penerimaan peserta didik resmi. Jadi setelah kita keterima sekolah (belum ditentukan kelasnya), kita bisa daftar kedua kelas unggulan tadi. Tiba-tiba aku dituntun ke ruang pendaftaran, lalu langsung ditanya, "Pilih daftar kelas aksel atau olim?". Wehh, udah masuk SMA favorit di Semarang yang sudah ditargetkan sejak SMP aja aku udah seneng. Kelas reguler aja kemungkinan besar persaingan sama temen-temennya ketat, gimana kedua kelas unggulan ini? sepertinya aku tidak sanggup. Tapi Bapak cuma ngasih dua pilihan, "Mau daftar kelas aksel atau olim?". Yasudah, karena aku merasa kalau masa-masa SMA itu nggak bisa buru-buru, biar bisa menikmati aku pilih kelas Olim. Dan benar saja, saat penentuan kelas, di mana temen-temen udah pada liat kalau mereka masuk kelas IPA dan IPS, aku panik karena namaku nggak ada -_-. Ternyata memang nggak ada di kelas IPA dan IPS, adanya di kelas Olimpiade. Mungkin, jika Bapak tidak mendorongku untuk mengambil peluang masuk kelas unggulan ini, aku nggak akan kenal temen-temen hebat yang supportif dan mempengaruhi hidupku sampe sekarang.
Suka belajar
Sebenernya aku mau nulis perihal "suka membaca", tapi agaknya Bapakku bukan hanya suka membaca, melainkan juga belajar. Nah, membaca adalah salah satu kegiatan belajarnya. Pada intinya, bukan hanya dengan membaca kita bisa belajar, tapi salah satu cara belajar adalah dengan membaca. Hadiah paling menyenangkan yang Bapak beri adalah pengalaman jalan-jalan ke pameran buku maupun toko buku (sampe sekarang itu jadi hiburan dan hadiah paling menyenangkan siih). Terutama pada hari-hari terakhir Ramadan (puasa terakhir), pas aku SD Bapak sering menjanjikan, "Nanti kalau puasanya sehari penuh, Bapak ajak jalan-jalan ke Gramedia". Waah, auto semangat puasanyaa. Tak lupa selalu beli buku pilihanku, minimal satu. Selain pengaruh punya circle temen-temen yang suka baca buku, hobi membaca Bapak juga berpengaruh besar ke aku yang sekarang jadi "pecinta" hampir "maniak" buku. Saking cintanya sama Buku, lebih baik aku beli buku baru daripada baju/makeup/skincare baru (emang beda sama cewek pada umumnya, tapi bagi pecinta buku, buku lebih utama daripada baju/makeup/skincare apapun... wkwkwkwkwk).
Suka belajar ini juga membuat Bapak mengambil studi pascasarjana, yang nurun juga ke mbakku, dan kini aku. Mohon doanya biar segera lulus :). Belajarnya Bapak sebenernya nggak cuma ke pendidikan formal. Di luar itu, salutnya aku sama Bapak adalah, kalau beliau sedang mengalami masalah, selalu berusaha cari tau untuk solusi penyelesaiannya. Ntah dengan baca buku, nyari di internet, nanya aku atau adek (kalau pas urusan teknologi yang semakin menuju ke digital ini), dll.
Memandang sesuatu dari berbagai sisi
Ngobrol sama Bapak sering memberiku insight baru terkait banyak hal. Sampe aku mikir, kok kayaknya Bapak tau semuanya yaa... hmm. Soal agama, politik, ekonomi, budaya, teknologi, bahasa, hampir semua tau. Dan beliau juga sering ngasih nasihat, intinya "Pandanglah segala sesuatu dari berbagai sisi, jangan cuma satu sisi aja. Bisa saja hal yang kita anggap benar, belum tentu menurut pandangan orang lain itu benar, dan sebaliknya, dan kita sebenarnya sama-sama tidak ada yang salah." Yang paling aku inget itu nasihat yang kudapat dari tafsir ayat yang dijelaskan langsung sama Bapak waktu perjalanan di mobil. Emang perjalanan di mobil (apalagi cuma berdua sama Bapak), itu pasti menimbulkan obrolan-obrolan yang dalemm. Biasanya, di mobil itu Bapak nyetel sholawatan, lagu, atau tilawah + artinya. Nah, waktu itu pas banget tilawah + arti QS. Al-Kahfi tentang Nabi Musa dan Nabi Khidzir. Buat lengkapnya bisa baca di sini aja yaa https://bekalislam.firanda.com/6226-kisah-nabi-musa-dan-nabi-khidir.html. Intinya, kadang apa yang kita lihat salah, secara hakikat malah benar (begitu pula sebaliknya). Jadi jangan merasa diri ini paling benar.
Sibuk is his life
Seumur hidupku, belum pernah lihat Bapak nggak sibuk. Yaa berarti memang selalu sibuk. Selalu ada amanah yang beliau emban, sampai kadang-kadang kami (anak-anaknya) protes biar Bapak nggak rapat-rapat terus. Mulai dari amanah karier (jadi kepala jurusan, kepala ini.. kepala itu, aku kurang paham), amanah di masyarakat (pernah jadi ketua RW, kepala takmir, penanggung jawab acara ini itu, terutama kayak hari besar islam), masih ngurus orangtua dan keluarga juga. Alhamdulillah, meskipun Bapak sibuk, beliau sering menyempatkan diri buat di rumah. Minimal makan bareng (antara sarapan atau makan malam), jalan-jalan keluar seminggu sekali atau mentok sebulan sekali. Baru-baru ini, aku ngerasain sendiri betapa sibuknya beliau, tapi pas aku minta buat jalan-jalan di Simpang Lima (yak, sebagai warga Semarang, aku juaranggggggg banget jalan ke Simpang Lima, seringnya ke luar kota terutama pulang kampung.. hahaha), Bapak bisa, padahal aku tahu pas itu Bapak diminta meeting sama rekannya.
Mengakar kuat menjulang tinggi
Ini beneran mirip sama jargon UGM (mengakar kuat, menjulang tinggi) wkwkwk. Beliau tipe orang "kacang yang NGGAK LUPA kulitnya", bahkan silsilah keluarganya itu beliau hafal dan didokumentasikan juga. Kalau di istilah jawa, ada namanya keturunan-keturunan, mulai dari anak, putu, buyut, canggah, wareng, udhek-udhek, gantung siwur, debog bosok, dll. Keluarga besarnya Bapak itu buanyakkk banget (aku nggak hafal), dan sebagian besar beliau kenal. Selain itu, Bapak juga mencari-cari silsilah leluhur yang lebih atas lagi, dan katanya masih ada keturunan dari Kolopaking. Bapak juga suka baca-baca buku sejarah sama ziarah ke makam-makam (bukan pesugihan yaak, tapi untuk mengingat kematian dan belajar dari almarhum/almarhumah hikmah-hikmah semasa hidup beliau-beliau ini).
Nasihat cinta (pernikahan) dari bapak
Sebagai anak perempuan yang umurnya udah "legal" buat menikah, ada hal-hal yang aku takutin tentang pernikahan. Ya banyak banget dan kompleks. Pada intinya, menikah itu nggak cuma bahagia aja, tapi ada perjuangan, kesabaran dan keikhlasan di dalamnya. Dan aku, sebagai anak yang lahir di keluarga yang harmonis, suka kaget dan sedih kalau denger berita-berita yang nggak mengenakkan tentang pernikahan. Tentang KDRT, berantem, perselingkuhan, penelantaran anak, dominansi mertua, perceraian, hingga perdebatan yang berujung maut antara suami-isteri. Semua itu kayaknya hampir tiap hari bisa kita baca beritanya di internet. Nggak usah sok-sokan cari berita, buka media sosial aja udah muncul tuh berita-berita nggak enak di beranda. Aku cerita soal kekhawatiranku itu sama Ibu, tapi tetap belum puas mendengar jawaban beliau yang pada intinya, "perempuan, sebagai istri itu ya harus sabar dan ngalah sama suami, selama nggak melanggar syariat". Helloww, mohon maap aku kayaknya bukan tipe cewek yang nurut-nurut aja kalo diperintah, bahkan aku nggak suka diperintah... wkwk. Harus ada alasan yang jelas dan logis kenapa harus melakukan A, kenapa dilarang melakukan B, kenapa boleh C, dan nggak boleh D? Bapak cuma njawab dengan jawaban simpel tapi begitu mengena ke aku. "Kejadian buruk memang lebih menarik untuk diberitakan. Coba lihat aja berita, lebih sering berita Lokasi X banjir daripada Lokasi Y tidak banjir. Pernikahan yang bahagia itu banyak, tapi kan jarang diberitakan karena nggak menarik. Tapi, tak adanya berita pernikahan yang bahagia bukan berarti pernikahan itu nggak bahagia. Bad news is a good news, jadilah banyak berita-berita yang bad tapi menyebar ke media karena menarik."
Love you Bapak 😘
Alhamdulillah bersyukur, punya Bapak hebat yang tak hanya memberi nafkah istri-anaknya, tetapi juga berperan dalam pengasuhan. Aku menulis ini bukan dalam rangka Hari Ayah, karena setiap hari adalah hari ayah bagiku. Terima kasih Bapak; ayah, mentor, guru, dan teman terbaikku.
2019 di Candi Pawon
2022 di Bukit Rhema
Comments
Post a Comment