Refleksi 2022
Seperti biasa, rasanya baru sadar kalau waktu sangat cepat berlalu setelah memasuki penghujung tahun. Banyakk banget yang pengen kuceritain tentang tahun ini. Hal baru dalam hidupku banyak terjadi pada tahun ini. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, pasti ada suka-duka, susah-senang, tangis-tawa dan bermacam rasa lainnya. Tapi kurasa, diriku saat ini lebih "tenang" dan nggak "kemrungsung" atas banyak hal yang terjadi. Biar nggak mbingungin dan malah cerita panjang kali lebar sama dengan luas, kutuliskan saja poin-poin berkesan tahun ini yang akan kuceritakan masing-masing yaa..
Check this out!
Jadi Anak Rantau
Meskipun udah mulai kuliah, tahun lalu sistem pembelajarannya masih daring, jadi aku ya di rumah aja. Semester baru tahun ini udah mulai pakai sistem hybrid (ada dosen yang mau daring dan luring), maka mau nggak mau harus merantau ke Jogja (Sleman lebih tepatnya). Mulai bangun tidur sampe tidur lagi sendirian, pertama kali ngrasain hidup sendiri, mengatur semua kebutuhan sendiri, ngerjain kerjaan rumah sendiri, pokonya kendali penuh ada di aku (tentunya dibantu Rabb-ku). Gaya hidup yang dari beberapa tahun lalu pengen kuterapin tapi agak susah kalau diterapin di rumah, mulai kuterapin di rantau. Misalnya: minimalism sama eating clean. Mulai nyoba beras organik (beras merah, beras hitam, beras coklat) sebagai bahan pangan pokok, mengurangi minyak, mengurangi mie instan (meskipun belum bisa nggak makan mie sama sekali), belanja sayur dan masak sendiri.
Bersyukur di perantauan ketemu sama temen-temen baik banget dan supportif, sering ngajak main bareng atau sekadar belanja bareng dan jalan pagi keliling kampung. Aku jadi ngrasa nggak sendirian meski jauh dari keluarga. Mungkin karena ada teknologi video call, alhamdulillah aku nggak pernah homesick parah, gimana mau homesick, hampir tiap hari vidcall-an... hahaha. Dan hal yang aku rasain cukup berubah adalah "intensitasku update story ig". Selama di rantau ini ngrasa setiap hari itu momen penting yang nggak bakal terulang (padahal memang waktu nggak bisa diulang), jadi setiap ada momen apapun selalu kufoto dan upload story. Awalnya ngrasa "kok aku alay yaa apa-apa difoto, apa-apa di-upload". Setelah kupikir ulang dan kutanya ke diri sendiri, tujuanku upload kan buat dokumentasiku, ngasih kabar ke keluarga juga, memudahkanku kalau mau cetak foto buat journaling, dan sekalian digital decluttering biar storage HP nggak penuh. Jadi, ngapain aku mikir orang lain? Yang penting apapun yang di-upload bukan hal yang "bahaya" dan "nggak beradab" kan... lagipula itu memang gunanya medsos.
Berani Motoran
Dari SMA udah belajar motor, udah bisa, udah nyoba di jalan raya. Tapi sampe lulus sarjana masih takut motoran sendiri. Udah ada motornya tapi nggak dipake karena takut rame di jalan raya, takut nabrak, takut oleng, takut motor mogok, takut diteriakin orang nggak dikenal, takut diklakson orang, dan banyak ketakutan lainnya. Sejak merantau dan dikirimin motor juga, mau nggak mau harus kumanfaatkan motornya, kasian dia dianggurin lamaa. Akhirnya memberanikan diri buat latihan sama mbak-mbakku yang super sabar. Keliling kampung, ke kampus, ke rumah makan, diiringi di belakang, percaya waktu aku boncengin, menenangkan pas nabrak trotoar, ngasitau pas jarak sama mobil nggak nyandak, dan yang paling mengena adalah:
Kalau udah lewat ya lewat ajaa. Kejadian tadi yang udah lewat di jalan yaudah, kan udah dilewatin. Sekarang fokus buat jalan di depan.
Makjleb. Ternyata selama ini aku takut motoran karena buanyakkkk overthinking-nya. Ternyata setelah berani coba dan terbiasa, naik motor itu seru dan menyenangkan. Apalagi pas di jalan sepi, pagi-pagi, sendiri, cuaca cerah tapi nggak panas. Baru tau rasanya, katanya kalau pas lagi cupet, healing-nya cukup motoran tanpa arah saja.
"Menerima" adalah Kunci
Meskipun aku termasuk orang yang sat-set lhas-lhes sebisa mungkin. Tapi kalau udah mentok dan nggak mencapai target, "menerima" jadi jalan ninja. Nggak papa, nggak harus buru-buru kok, slow bukan berarti stop, yang penting terus melangkah. Menerima kalau diri kadang lemot. Menerima kalau nggak semua yang direncanakan bisa terealisasi. Menerima kalau target tahunan nggak tercapai. Menerima kalau diri nggak sempurna. Menerima penolakan kedua (ketiga/keempat/keberapapun) kalinya. Menerima kalau aku ini bukan siapa-siapa. Menerima usul asalku. Tahun ini jadi lebih tenang karena "menerima".
Sangkan paraning dumadi. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Kita dari-Nya akan/sedang kembali menuju-Nya. Apapun yang kulakukan di dunia ini akan berakhir kembali menuju-Nya. Jadi, jika Ia tak menghendaki keinginanku, hal paling patut dilakukan adalah "menerima".
Usia Tua Bukan Berarti Sudah Dewasa
Kukira, seseorang dengan usia tua menjamin dia dewasa. Yaa aku tau sih dari dulu kalau ada istilah "Kedewasaan tidak dapat dinilai dari Usia seseorang". Tapi bener-bener baru ngerasain pengalamannya di tahun ini. Masalah sepele, kecil, yang bahkan anak remaja aja udah nggak patut mempermasalahkannya, eh... ini malah dipermasalahkan sama orang dewasa. Terkejoet sangat. Saking terkejoetnya sampe pake "oe" bukan "u". Baru sadar bahwa benar kata para pakar parenting, "seorang anak yang tidak difasilitasi masa kanak-kanaknya, saat dewasalah dia akan jadi seperti anak-anak".
Teman Dekat
Rasanya agak sedih pas denger ini, tapi bener-bener ini baru banget aku rasain. Saat salah seorang teman bilang kalau, "ya kamu nganggap dia temen deket, tapi dia nggak nganggap kamu temen deketnya". Makjleb. Emang agak susah jadi orang yang merasa "udah dekat" hanya karena hal-hal kecil, yang ternyata "parameter kedekatan" dan "boundaries" kita berbeda. Mungkin aku nganggep dia temen deket, tapi dia nggak menganggap sebaliknya. Sebenernya sih aku nggak papa yaa kalau nggak dianggap balik sebagai sahabat atau temen deket (meskipun aku menganggapnya begitu). Tapi setidaknya tolong bilang ke aku gitu lho kalau misal nggak suka ditanya-tanyain, nggak suka dikasih nasihat, nggak suka diperhatiin, nggak suka disemangatin atau apalah, itu bilang ajaa. Ini aku denger bahkan dari orang lain yang diceritain orang lain lagi (?) Udah dari pihak ketiga... wkwk. Jadi rasanya kayak aku buruk banget gitu, membuat orang lain nggak nyaman yang aku sendiri nggak sadar.. hehehe. Oke baiklah, mulai tahun depan akan jadi orang cuek dan bodo amat, kecuali untuk orang-orang yang emang bener-bener-bener udah deket.
Mulai sering ditanya "Kapan Nikah"
Aku pernah takut nikah karena memang, menikah tidak melulu "happily ever after" kayak kisah barbie dan princesses. Setelah ngobrol sama Bapak dan beliau memberikan perspektif yang lain, ya sekarang udah nggak takut nikah siih, cuma memang tidak mau buru-buru. Bapak Ibuk juga nggak memaksa nikah secepatnya, tapi beberapa orang sekitar mulai menanyakan... hahaha. Aku nggak pernah dan memang nggak mau untuk pacaran, nggak tau caranya PDKT sama lawan jenis, nggak pernah menjalin relasi romantis. Bingung gimana cara dapet jodoh... huhuuu, kamu di manaa?
Tahun ini pernah merasa khawatir juga, kenapa aku nggak ada yang deketin yaa? Apa aku terlalu cantik? hahaha memang PeDe saia. Apa orang mengira aku dah ada pasangan? Atau takut ekspektasiku ketinggian? Atau memang belum waktunya aja siih? Tapi setelah sesi curhat sama perempuan tangguh, aku dapet pemahaman baru dan sudut pandang baru terkait "kenapa sih aku nggak ada yang deketin?". Allah sedang menjagaku dari hubungan yang "tidak halal" untuk suamiku nanti yang insyaAllah akan jadi laki-laki beruntung yang akan jadi teman hidupku sampai surga... aamiin. #Eaa. Sweet sekali dan aku jadi tenang.
Patah Hati yang Kedua Kali
Awalnya malu buat share, tapi kupikir, kalau hal ini bisa sedikit membantu teman-teman untuk mengambil hikmah ketika merasakan hal yang sama, why not? Lagipula, dengan aku BERANI buat share, tandanya patah hatiku udah sembuh, insyaAllah. Jujur, sebenernya dulu aku nggak merasa jatuh cinta sama siapapun, tapi waktu tau doi sama seseorang yang lain, rasanya kok "sakit yaak". Barulah aku sadar kalau sebenernya aku punya rasa suka. "Terlambat Menyadari lah intinya". Alhamdulillah, hikmah yang bisa kuambil dari patah hati ternyata begini:
- Jangan judge perasaan orang lain, jangan remehin perasaan mereka, karena kamu nggak tau rasanya sebelum "ngrasain sendiri".
- Jatuh cinta dan patah hati itu hal biasa.
- Dengan ngrasa "patah hati" artinya kamu pernah "mencintai"
- Bersyukur pernah Allah titipkan rasa ini pada lawan jenis yang tandanya: I am a straight woman.
Comments
Post a Comment