Nyamuk dan kaitannya dengan Geodesi :)

Sebagai seorang yang menekuni bidang geospasial (Geodesi dan Geomatika), membuat peta sudah jadi makanan sehari-hari. Mblenek, hampir muntah. Nggak deng, canda :). Sistem Informasi Geografis (SIG) atau kalau dalam bahasa Inggris disebutnya Geographic Information System (GIS) jadi salah satu mata kuliah yang kayaknya semakin kesini semakin kesana. Maksudnya semakin lintas jurusan. Bukan tanpa alasan sih, sebenarnya penerapan SIG bisa banget di berbagai bidang. Mulai kesehatan, sosial, ekonomi, budaya, industri, pendidikan, dan banyak lah pokoknya. Selama manusia masih berpijak di atas bumi ini (lah kok kayak lagu... hehe), masih sering nanya "KAMU DI MANA?", ilmu ini akan terus bermanfaat untuk manusia. Sesuai dengan namanya, SIG memanfaatkan data lokasi (geografis) untuk memperoleh informasi yang nantinya dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan. 

Intermezonya sudah dulu, lanjut cerita terkait SIG.

Beberapa bulan ini, seorang teman dari fakultas kesehatan mengajak saya berdiskusi mengenai topik tesisnya yang mengkombinasikan ilmu kesehatan dan SIG. Sebagai seorang yang masih dalam tahap awal belajar, dia sudah paham konsep, tapi belum terlalu mahir menerapkannya. Membuat peta yang menurut kami merupakan hal yang sangat mudah, dia masih kebingungan menggunakan software-nya. Karena itulah, dia meminta saya untuk membantu. Ternyata bukan hanya dia yang belajar mengolah data dan membuat peta, saya pun banyak belajar juga darinya. Inti tujuan tesisnya adalah membuat peta persebaran penyakit malaria serta menganalisis hubungannya dengan habitat nyamuk. 

Tak hanya memeriksa kondisi pasien dengan kasus tersebut, mengidentifikasi parasit dari pengambilan darahnya, dan menentukan jenis penyakitnya. Ia juga harus turun lapangan untuk menangkap nyamuk. Haah... nangkep nyamuk? Yaa.. meskipun dapat dibilang sebagai anak lapangan, saya paling benci sama nyamuk, dan selalu bawa Autan kemana pun, apalagi pas masuk hutan, kebun, atau njegur selokan. Lhaa ini nyamuknya yang dicari. Iya paham, paham, emang meneliti nyamuk sih yaa... hehe. Metode penangkapan nyamuknya juga ada (nggak asal tangkap kayak instansi sebelah). Juga bukan pake jaring kayak Spongebob yang mau nangkap ubur-ubur lho yaa. Dan kata dia, sekarang ini sudah nggak diizinkan menggunakan manusia sebagai umpan. Jadi ya nunggu nyamuknya nempel di tembok, kandang, atau di tanah, baru ditangkap. Itupun nggak boleh dipithes atau diplenet, harus utuh. Ya iyalah, kalau penyet gabisa diteliti lagi.

Spesies nyamuk juga macam-macam, ada yang bisa membawa parasit (lalu masuk ke tubuh manusia jadi penyakit) dan ada yang nggak bisa. Ada yang bisa membawa virus, ada yang nggak bisa. Bahkan dari satu genus nyamuk, spesiesnya bisa macam-macam lagi. Saya pun ditunjukkan foto-foto nyamuk hasil tangkapannya. Ada yang bisa dibedakan dari bentuk proboscis (mulut jarumnya), posisi anatomi, bahkan bentuk guratan sayapnya. Ya Allah... sayap nyamuk setipiiisss itu lhoo, para peneliti nyamuk mengklasifikannya detil banget. Ada yang garis sayapnya tembus, ada yang nggak tembus, lalu jumlah garisnya juga dihitung. Bayangkan, menghitung guratan garis di sayap nyamuk. Bagi orang kesehatan mungkin biasa aja yaa, tapi bagi saya yang orang awam jadi terkejoet.

Saking serunya diskusi soal nyamuk, dia menjelaskan juga dengan menggebu-gebu dan mata berbinar-binar bagaimana nyamuk mengisap darah manusia, mengapa kita baru terasa gatal setelah nyamuknya pergi, mengapa nyamuk itu mati seribu tumbuh dua ribu, dan fakta bahwa nyamuk adalah makhluk setia (lebih setia dari manusia). Btw, tulisan ini berdasarkan pendengaran kuping saya dari menangkap penjelasan teman saya itu yaa, kalau ada yang salah, mohon maap. 

Bagaimana nyamuk mengisap darah manusia?

Menggunakan proboscis yang bentuknya seperti jarum.

Mengapa kita baru terasa gatal setelah nyamuknya pergi?

Karena cairan yang membuat kita tidak merasakan apapun, efeknya sudah habis. Mirip kayak kalau biusnya habis. 

Mengapa nyamuk itu mati seribu tumbuh dua ribu?

Nyamuk betina punya kantong khusus untuk menyimpan sperma nyamuk jantan. Jadi, kalau tersisa satu saja nyamuk betina, dia tetap bisa bertelur (dengan pembuahan dari sperma yang disimpan di kantongnya itu, nggak perlu kawin lagi). Sekali bertelur, telurnya buanyakkkkkk. 


Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Suami idaman

Bapak