Penolakan

Pernahkah kamu mengalami sebuah penolakan? 
Bagaimana rasanya? 
Sakit? 
Is it hurt? 

Ditolak apapun oleh siapapun itu, kupikir rasanya sama saja. Ntah ditolak sekolah atau universitas yang kita daftar, ditolak beasiswa, ditolak pekerjaan, ditolak lamarannya, ditolak kehadirannya oleh rekan-rekan, bahkan sekecil ditolak pendapat yang kamu utarakan. Kupikir semua itu rasanya sama saja. 

Sakitnya ditolak memang berbeda dari sakit fisik. Berbeda dengan sakit karena jatuh atau terluka. Namun, keduanya sama-sama bisa menyebabkan satu hal. Menangis. Mungkin bisa kau menahannya, tapi biasanya itu akan menyebabkan sakit kepala alias pusing. Iyaa, memang sepertinya kalau menahan tangis lebih sakit daripada rasa sakit itu sendiri. 
Menahan tangis LEBIH SAKIT dari RASA SAKIT itu sendiri...
Penolakan. Jika ia sudah terjadi, tak mudah untuk melupakannya. Bahkan menurut penulis buku "The Answer", "Ingatan tentang penolakan jauh lebih kuat daripada ingatan tentang nyeri fisik." Sepertinya itu memang benar. Coba deh, inget lagi rasa nyeri pas kamu jatuh zaman bocah dulu sampe nangis nggak keruan, sama penolakan yang mungkin pernah kamu alami (pada masa itu juga). Nyerinya luka fisik bisa dilupakan seiring waktu, ditelan masa jadi lupa. Tapi sakitnya ditolak (nyerinya luka emosional) belum tentu hilang  meski sudah lama terlewatkan.

Menyikapi sebuah penolakan tak mudah. Tak cukup memiliki kedewasaan, tapi juga keikhlasan dan penerimaan. Teringat lagi sama buku yang kubaca Januari lalu, "The Answer". Ada topik di buku itu tentang penolakan. Bagaimana cara menangani penolakan (saat kita ditolak) dan bagaimana cara efektif saat kita akan memberi penolakan pada seseorang tanpa menyakitinya. 

Cara sederhana menangani penolakan:

1. Tidak perlu menganggapnya sebagai serangan pribadi
    Memahami bahwa kita telah terprogram untuk mengalami nyeri emosional dan memang sulit menghindari perasaan tidak enak.

2. Memberi izin pada diri untuk merasa tidak enak
    Nggak papa, rasain dulu nggak enaknya, rasain dulu sakitnya, keselnya, sebelnya. Jangan menolak itu semua. Kalau mau nangis, nangis aja. Butuh hiburan, cari aja, ketawa aja. Pengen ketawa sambil nangis, boleh. Pengen nangis sambil ketawa, silakan.

3. Menetapkan batas waktu
    Ini cara yang penting banget supaya kita nggak berlarut-larut dalam perasaan tak enak atau kesedihan berkepanjangan yang justru akan memicu depresi berkepanjangan. Kasih batas waktu buat "move on", lakukan hal yang kamu bisa, dan pikirkan apa yang kamu tuju. Misal: aku boleh sedih cuma sampe besok Kamis, cuma sampe nanti jam 13.00, dll.

Cara efektif memberi penolakan pada seseorang tanpa menyakitinya:

1. Berterima kasih padanya
  "Terima kasih yaa sudah mengutarakan ide-idemu."

2. Jelaskan mengapa Anda menolaknya
 "Kita perlu mempelajari berbagai ide terlebih dulu."

3. Memuji usahanya
   "Akan ada banyak yang membutuhkan dan antusias dengan ide-idemu."


Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Suami idaman

Bapak