Perempuan Berkalung Sorban
Udah pernah denger judul ini sejak dibikin film bertahun-tahun lalu. Mungkin pas itu aku masih SD dan tertarik liat film-nya di TV karena ada cewek pake sorban yang mahir berkuda. Keren banget, jadi pengen suatu saat aku juga mahir berkuda. Trus awal tahun ini, Bunda posting di instagramnya tentang buku yang mengubah hidup, dan itu buku ini "Perempuan Berkalung Sorban". Mulai dari quotes di fotonya sampe caption yang ditulis aku baca, dan saat itu juga langsung tertarik. Pokoknya tahun ini harus baca buku itu. Satu kalimat terakhir bikin aku penasaran...
Narasi dalam novel yang paling jelas terpahat dalam ingatan adalah "Tubuhmu adalah milikmu, tak seorangpun yang boleh menguasainya, juga lelaki pasangan hidupmu."
Memang sejak 2019 lalu aku lagi banyak pertanyaan tentang perempuan. Setelah baca-baca banyak buku jadi punya pandangan bagaimana perempuan dianggap di masyarakat. Isu-isu feminis dan kesetaraan gender jadi topik yang langsung bikin aku tertarik. Ntah siapapun yang sedang membahasnya (tokoh publik, influencer, atau teman kampus). Terlebih lagi topik terkait Islam dan Perempuan. Banyak yang menganggap Islam menerapkan budaya patriarki, dimana perempuan berada di kelas kedua. Yang bisa jadi imam, laki-laki. Yang boleh jadi pemimpin, laki-laki. Yang boleh keluar tanpa mahram, laki-laki. Nasab seseorang berada di garis ayah (bin atau binti nya ya nama ayahnya). Banyak pula dalil-dalil yang disebut para ustadz kalau seorang istri harus taat pada suami. Bahkan perempuan sering ditakut-takutin bakal banyak masuk neraka. Kalau keluar dia jadi fitnah. Dan banyak hal lainnya yang mengusik jiwa bebasku... wkwk.
Tapi karena aku bukan tipe orang yang langsung percaya dan saklek terhadap hal-hal yang memang belum kupahami, aku nggak bisa semena-mena menganggap Islam sebagai agama patriarki. Aku harus baca banyak buku dan dengar pandangan orang lain mengenai hal tersebut dari berbagai sisi, jadi aku bisa memahaminya dan lebih bijak.
Setelah membaca buku ini dalam waktu yang cukup singkat, sekitar 6 jam, aku jadi bersyukur banget. Untungnya aku udah baca buku ini sebelum menikah, jadi bisa ngerti bahwa perempuan juga punya hak atas tubuhnya sendiri. Bukan karena udah jadi istri, kita menyerahkan seluruh jiwa raga buat suami. Ya, aku yakin hal itu masih menjadi pemikiran banyak orang bahwa istri adalah milik suami dan suaminya berhak atas apapun terhadap istrinya. AllahuAkbar, bukankah kita semua milik Allah? bukan milik suami.
Buku ini lebih banyak menjelaskan pada keadilan gender daripada kesetaraan gender. Lhoo.. ternyata beda? Jadi bener, selama ini aku juga ngerasa kalau "kesetaraan gender" itu kurang pas. Ya bisa diliat sendiri, perempuan dan laki-laki diciptakan dengan bentuk fisik yang berbeda, jelaslah nggak bisa setara mau digimanain pun juga gabisa. Kesetaraan itu artinya sama/sebanding/seimbang; sedangkan keadilan itu artinya lebih ke meletakkan suatu hal sesuai dengan proporsinya, tidak berat sebelah.
Annisa, tokoh utama di novel ini, punya pemikiran yang kritis dan cerdas. Banyak baca buku dan bertanya pada kiai atau ustadz tentang hal-hal yang menurutnya mengusik pikiran. Tapi tetap saja banyak yang tidak membuatnya puas dari jawaban mereka. Sebenernya lebih membingungkan lagi kalau tanya sama ibu. Ini aku juga pernah lakuin siih... wkwk, maaf ya Bu mungkin aku keliatannya rebel dan ngeyel, but it bothers my mind. Sering pertanyaanku ditutup dengan jawaban yang kurang memuaskan dan Ibu menyuruhku untuk menerima diri sebagai perempuan yang memang kodratnya begitu, meskipun kadang beliau juga merasa apa yang kubilang bener.
Misalnya nih. Kalau perempuan nggak boleh main jauh-jauh, jangan pulang malem-malem. Tapi kalau laki-laki main jauh dan pulang malem nggak papa, laki-laki harus banyak explore biar bisa tau sekitarnya.
Bukan. Bukan maksudnya aku pengen bebas sebebas-bebasnya yaa. Tapi alangkah lebih baik jika hal itu dijelaskan sesuai nalar. Misalnya, nggak semua orang di luar sana baik, jadi harus hati-hati yaa jaga diri. Bukan karena dia perempuan, tapi lebih jelasin karena alasan keamanan yg sesuai nalar aja. Itu akan lebih mudah diterima.
Beberapa hal yang bisa dipetik dari buku ini:
- Dari buku ini aku jadi percaya bahwa nggak semua laki-laki sama. Masih ada laki-laki baik yang menghormati perempuan, menjaga hatinya, dan mengerti serta memahami perannya (seperti Khudori, suami Annisa yang terakhir).
- Aku juga sadar bahwa peran orangtua dalam mendidik itu sangat penting terutama dalam "sex education" sehingga anaknya tidak memiliki perilaku menyimpang layaknya Samsudin (mantan suami Annisa).
- Pernikahan bukanlah solusi untuk mengubah perilaku dan kebiasaan seseorang. Karena hal itu tidak dapat diubah pasangan, hanya diri sendiri dan bantuan Allah yang bisa mengubahnya.
- Perempuan memiliki hak-hak reproduksi dan suaminya harus mengerti itu juga. Dalam "berhubungan" harus sepakat antara keduanya, jangan sampai salah satunya sakit tapi tetap memaksakan (ini nggak berperi kemanusiaan siih).
- Merencanakan kehamilan itu penting didiskusikan bersama, jangan cuma keinginan sepihak, karena anak kan tanggung jawab bapak ibunya, bukan salah satu. Hal itu juga berpengaruh sama kondisi fisik dan psikis ibu, jadi calon ibu harus banget dilibatkan dalam diskusi mengenai hal ini.
Comments
Post a Comment