Dimanfaatkan.

Pada setiap jenjang pendidikan fase-fase kehidupanku.. wkwk, selalu ada masa di mana rasanya nggak ikhlas berbuat baik. Seumur hidup sampai saat ini hari-hariku isinya sekolah, dari jenjang pendidikan satu naik ke jenjang pendidikan berikutnya. Semoga bisa terus jadi pembelajar sepanjang hayat.. aamiin. Jujur, di sekolah aku berusaha untuk jadi yang terbaik dan jiwa kompetitifku cukup tinggi. Bahkan seringkali, targetku itu bukan "dapet rangking berapa" atau "dapet nilai berapa", melainkan "bisa mengalahkan siapa". Jadi bergantung sama orang yang kuanggap sebagai pesaing (kompetitor) dan aku berusaha untuk mengunggulinya. Meskipun nilainya nggak perfect atau rangkingnya nggak tinggi, tapi kalau udah bisa mengungguli orang yang kuanggap "pesaing" tadi berarti udah berhasil. 

Dan setelah kupikir-pikir lagi, ternyata hal itu justru berdampak positif dan membuatku berkembang. Karena ntah gimana caranya, aku bisa memilih target "pesaing" yang memang berkualitas, jadi mau nggak mau aku harus sama berkualitasnya supaya bisa setara atau bahkan mengunggulinya. Sampai-sampai alhamdulillah-nya, seringkali aku jadi bintang kelas di antara teman-teman, karena mindset itu. Zaman-zamanku sekolah dari sebelum TK dulu, banyak orang sekitarku yang memuji kalau aku pinter, cerdas, rajin, pokoknya nggak jauh-jauh dari nilai bagus yang kudapatkan di sekolah. Jadi mungkin karena hal itu, sampai sekarang aku punya jiwa ambisius dan perfectionist. Cause everyone happy that I am like that

Mungkin karena dianggap sebagai orang yang pinter di antara teman-teman yang lain, seringkali temenku minta diajarin materi, nanya PR, fotocopy catatan, dan minta belajar bareng tiap ujian (UTS dan UAS). Awalnya sih happy, karena merasa paling bisa dan paling pinter. Tapi kadang-kadang kesel sendiri kalau pas aku lagi sibuk ngerjain sesuatu, eh.. ada yang nanya hal yang menurutku itu mudah banget dan nggak perlu ditanyain. Langsung aja kutolak dan bilang kalau bakal kujawab nanti (cause I will be prioritize my works first). Nah, habis itu biasanya aku rada menyesal dan merasa... kok aku sombong banget ya.. astaghfirullah, padahal sebenernya aku mah remahan rengginang yang nggak bisa apa-apa kalau Allah nggak bantu aku dan nggak memampukan aku. Cuma ditanyain hal mudah aja sampe-sampe aku nggak mau bantu. Nah, itu pengalamanku waktu SD.

Semakin besar, rasa-rasanya keegoisanku cukup mengikis meskipun terkikisnya tipis (ya tapi ada bedanya lah.. wkwk). Mulai bisa menolak dengan halus kalau memang belum bisa bantu temen, juga berusaha sebisa mungkin njelasin apapun yang temen tanyain sampe dia bener-bener paham. Berusaha sabar kalau yang diajarin (maaf) agak lemot. Ternyata dengan ngajarin orang lain, aku nggak dirugikan sama sekali, malahan jadi lebih paham materinya. Mungkin yang awalnya sekadar paham aja, setelah beberapa temen nanya dan minta diajarin, level kepahamanku meningkat jadi paham banget. 

Dengan mindset kayak gitu, pernah beberapa temenku bilang. "Kamu tu lho Ning kok mau-maunya dimanfaatin. Udah minta catetan materi, minta diajarin, nanya latihan soal, pas ujian masih juga minta diajarin dan belajar bareng.. kamu tuh terlalu baik." 

Bener juga yaa.. sebenernya aku bisa lho melakukan banyak aktivitas lainnya yang lebih kusukai, dibandingkan meluangkan waktu buat mereka. Kadang mikir juga, apa bener yaa aku dimanfaatin?? Tapi hati nuraniku bilang, "Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya?"

Tapi kadang aku takut. Takut kalau orang-orang yang berbuat baik sama aku ternyata memang tujuannya buat memanfaatkanku, ntah apapun itu. Takut kalau ternyata kebaikanku berlebihan dan membuat orang lain nyaman. Takut kalau-kalau sebenernya mereka benci di belakangku dan cuma baik di depanku supaya aku tetep mau bantu. Whatever my overthinking, kayanya nggak ada orang jahat di sekitarku, dan aku bersyukur. Mungkin perasaan-perasaan overthinking kalau "aku dimanfaatin" itu supaya aku waspada aja, bahwa tidak semua yang kamu lihat baik, benar-benar baik. 

Tapi di sisi lain aku juga mikir. Bukankah aku hidup di dunia ini juga supaya bermanfaat? Justru kalau aku nggak dimanfaatin orang lain, buat apa aku hidup? Apa tujuannya aku dilahirkan kalau nggak memberikan manfaat apapun ke orang lain?


Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Suami idaman

Bapak