Menjadi Ibu Ideal

22-12-2024

Jujur saja, cita-cita utamaku adalah menjadi seorang ibu ideal. Sejak SMP, saat konsultasi mengenai cita-cita dengan guru BK, hal yang kutanyakan pada beliau adalah "Bu, cita-cita saya X dan saya tau menjadi seorang X sangatlah sibuk. Saya sangat ingin jadi X tapi juga ragu. Bagaimana nanti anak-anak saat saya sedang sibuk? Saya takut jadi ibu yang buruk dan kurang perhatian dengan anak karena kesibukan profesi ini." Bu guru BK-ku pun menjawab dengan bijak, "Nanti kamu pasti bisa mengatasinya Nak. Mungkin dengan mencari suami yang pekerjaannya lebih fleksibel, pengusaha misalnya. Jadi saat kamu nggak bisa menemani anak-anak, ada suami yang siap sedia bersama mereka."

Jawaban itu sedikit menenangkanku dan membuatku semangat untuk mengejar cita-cita karier. Namun seiring waktu, setelah melewati berbagai tahapan menuju ke sana, ternyata "mencari suami" tidak semudah yang dibayangkan. Aku sering bingung, apakah sebagai perempuan kita harus "mencari" atau "menunggu" saja sambil terus memperbaiki diri?

Sejak kecil aku memang dilarang pacaran oleh orang tua, bahkan pergaulan dengan kawan lawan jenis juga dibatasi. Ibu sering bilang, "Perempuan mainnya sama perempuan, laki-laki mainnya sama laki-laki." Ya, meskipun aku tetap punya kawan laki-laki, permainan kita sebatas petak umpet, engklek, atau lompat tali (permainan yang dimainkan oleh banyak orang, laki-laki dan perempuan). Semakin tumbuh, aku pun juga tahu bahwa pacaran itu dilarang. Jadilah sampai sekarang nggak punya sahabat laki-laki apalagi pacar.

Sejak SMA hingga kuliah, aku berusaha dengan cukup "ngoyo" untuk mengikuti beberapa organisasi atau club dengan alasan belajar manajemen waktu. Alhasil, seringkali melewatkan waktu main atau nongkrong sama temen-temen karena kesibukan yang begitu banyak, sampai Sabtu-Minggu sering ke sekolah atau kampus. Tapi saat itu, alasan utamaku adalah untuk berlatih menjadi seorang Ibu. 

Lahh... apa hubungannya organisasi dan "menjadi ibu"?

Begini...

Selama ini, aku melihat sosok ibu adalah sosok tangguh nan sibuk tapi jarang mengeluh. Membersamai suami dan anak; melakukan pekerjaan rumah tangga (seperti memasak, mencuci, dkk); tetap bekerja; mengikuti organisasi kemasyarakatan, dan tentunya sering terlibat berbagai event (baik event keluarga, tetangga, atau rekan kerja). Bukan hanya Ibuku saja, tapi juga para ibu di sekitarku memiliki kesibukan yang mirip. Sampai-sampai aku tidak bisa membayangkan, "gimana nanti kalau pas anakku rewel, tapi ada tugas lemburan kantor, suami minta dimasakin makanan favoritnya, eh pas pula ada arisan di tetangga sebelah... gimana aku bagi waktunya...?" Ini nggak masuk akal sama sekali, tapi kenapa para ibu bisa yaa?? Jadinya aku bingung sendiri. 

Meskipun nggak sempurna, ibuku bisa melakukan semuanyaaa. And I want to be like her or better.

Wening remaja yang banyak mikir ini akhirnya menarik kesimpulan. Kalau mau jadi ibu ideal, harusnya aku membiasakan diri untuk sibuk. Jadi nggak kaget nanti kalau sudah jadi istri dan ibu. Apalagi, setelah menikah nanti aku tetep pengen bekerja, berkarya, dan mengamalkan sedikit ilmu yang telah kupunya. Akhirnya, beberapa organisasi pun kuikuti meski sambil banyak sambat... wkwkwk. Hal yang ingin kudapatkan saat ikut organisasi adalah:

  1. Tahu prioritas: mana yang harus didahulukan, mana yang nanti, mana yang dibatalkan.
  2. Berani menolak hal yang kurang esensial. 
  3. Belajar tanggung jawab dengan menyelesaikan tugas-tugas organisasi yang kadang menurut kita nggak penting sama kehidupan sehari-hari (alias cuma bahan gojlokan kating aja). → contoh: mengatasi hal tak terduga seperti anak tantrum
  4. Belajar memahami dan mentoleransi perbedaan pendapat dengan orang lain (ini sering jadi pemicu berantem soalnya).

Membiasakan diri untuk sibuk sebagai persiapan menjadi istri dan ibu yang banyak sekali agendanya. 

This is maybe from my inner child

Sejak sebelum aku lahir, ibuku memang sudah bekerja. Hal itu kadang membuat iri karena saat temen-temen TK-SD diantar ibunya pada hari pertama sekolah, aku tak pernah merasakan diantar Ibu. Alhamdulillahnya beliau bisa meluangkan waktu saat terima raport di akhir semester. "Ditinggal kedua orang tua bekerja" hampir tiap hari membuatku terkadang kesepian di rumah. Alhamdulillahnya, Bapak-Ibu memfasilitasi pengasuh yang hingga kini sudah kuanggap seperti orang tua sendiri, dan anak-anak beliau juga sudah kuanggap seperti saudara sendiri.

Aku bertekad, sesibuk apa pun aku nanti... Kapan pun anak membutuhkan, aku harus ada di sisinya. Atau setidaknya dia merasa aku berada di sisinya. That's why aku juga belajar parenting mulai dari kuliah. 

Rencana Kurikulum Pendidikan Anak

Anak adalah amanah dari Allah yang dititipkan ke orang tua. Sebagai orang tua, kita harus berusaha sebaik-baiknya untuk mendidik dengan baik supaya ia bisa mandiri, tangguh, dan bijaksana. Oleh karena itu, mulai sekarang aku sudah merencanakan kurikulum pendidikan anak. Terdengar berlebihan ya? wkwk... tapi menurutku nggak. Pendidikan Anak adalah warisan utama yang akan orang tua berikan, jadi ya harus serius dan dipikirkan matang-matang. Nantinya, aku berharap suamiku (ayah anak-anakku) menjadi kepala sekolahnya, sedangkan aku (ibunya) akan menjadi gurunya. 

Pesan untuk suami masa depanku: "Semoga kita bisa kerjasama ya beb :)"

Aku pengen menerapkan Fitrah-Based Education sebagai kurikulum pendidikan anak nanti. Lebih lengkapnya bisa baca di sini: https://fitrahbased.com/.

Grow your Fitrah
Finding your Mission of Life
Designing your Good Life

Buku referensinya sudah kubeli tapi belum dibaca karena sungguh sangat tebal dan berat. Bukan cuma berat dalam arti yang sesungguhnya yaa, tapi juga agak berat mencerna setiap isi bukunya. 


ini aku udah punya bukunya, pengennya nanti baca bareng pasangan setelah menikah


Menjadi Ibu Ideal

Suatu hari yang biasa saja, salah seorang sahabatku menonton drama Korea "Under The Queen's Umbrella" yang intinya tentang perjuangan seorang ibu, aku ikutan nonton sambil makan dan ngobrol sejenak. Struggle-nya Ibu di drama itu (alias Queen-nya) masyaAllah... meski cuma drama, beberapa scene yang kutonton merasuk ke pikiran lalu jadilah overthinking. Setelah selesai nonton dan sahabatku pulang, aku masih kepikiran, nangis sesenggukan sampai pagi, dan besoknya jadi agak bad mood :( .

Apakah aku mampu jadi seorang ibu dengan segala kompleksitasnya?

Mampukah aku memberikan fasilitas dan makanan terbaik seperti Ibuku memberikan fasilitas dan makanan terbaik untukku?

Bisakah aku bersikap tenang dan mendidik anak-anakku dengan baik?

Kalau anakku nanti ada masalah, bisakah aku tetap di sisinya bahkan memberinya solusi dengan tepat?

Sejujurnya aku nggak tahu, apakah akan diberi kesempatan menjadi seorang ibu. Karena memiliki keturunan adalah hak prerogatif Allah. Sebagai manusia kita cuma bisa ikhtiar sesuai kemampuan. Baik ikhtiar secara fisik (kesehatan), mental, serta ilmu. Dan yang terutama sih, ikhtiar memilihkan Ayah yang terbaik... wkwkwkwk. 


Akhir kata... 

Selamat Hari Ibu untuk semua perempuan yang memiliki hati dan naluri keibuan.


Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Suami idaman

Bapak