Arkais [Nona Teh dan Tuan Kopi]
Seperti yang kuceritakan sebelumnya, buku "Tuan Teh dan Nona Kopi" ini ada sekuel duanya, "Arkais". Buat kalian yang belum baca, bisa baca dulu postingan ini yaa. Di novel kedua ini, lebih banyak diceritakan mengenai masa lalu Regen, si Tuan Kopi yang menurutku bener-bener menguras air mata. Nggak cuma tentang Tuan Kopi aja sih, tentang mereka berdua, Nona Teh dan Tuan Kopi. Seperti yang kubilang di postingan sebelumnya juga kalau aku pengen tenggelam sejenak di dunia novel, jadilah kulanjutin baca buku ini pas malam minggu sampai minggu pagi.
Nggak ngerti lagi, antara kesel dan mau bilang makasih sama penulisnya. Dari awal sampai akhir aku nangis terus... hmm. Semua ceritanya bener-bener nggak bisa ditebak dan bikin nangis. Sampe mata ini sembab-sembab gara-gara nangis semaleman, paginya juga nangis lagi pas lanjutin baca. Semua kebetulan-kebetulan di buku sebelumnya, "Parak", terungkap satu per satu di buku ini. Di novel ini, penulis menggambarkan tiap karakternya dengan baik. Setiap karakter punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, sama kayak manusia pada umumnya, bukan kayak dongeng.
Suka senyum-senyum sendiri juga pas Nona Teh dan Tuan Kopi lagi merasa jatuh cinta. And you know, ceritanya kan mereka udah Om dan Tante (alias 30 tahunan ke atas), tapi tetep aja kalau lagi jatuh cinta lebih kayak ABG lagi... Jadi ngakak sendiri ngebayangin tiap adegannya. Tenang, nggak ada "adegan dewasa" di novel ini, malah justru pas Tuan Kopi lagi kesemsem sama Nona Teh, tingkahnya lucu dan cenderung akward dan salting.
Hal yang membuatku makin kagum lagi sama si Nona Teh, adalah saat Tuan Kopi bilang kalau intinya Nona Teh jadi satu-satunya alasan Tuan Kopi bahagia. Aku jadi inget kalimat di sinopsis bagian belakang bukunya ini, "Bagaimana jika menjadi alasan seseorang untuk bahagia ternyata tak segampang yang dia duga?". Alih-alih menerima langsung perasaan Tuan Kopi, Nona Teh mengatakan bahwa dirinya juga fana seperti manusia lainnya. Dirinya bisa saja dipanggil Tuhan lebih dulu darinya. "Jangan sampai kita menggantungkan kebahagiaan pada manusia lain, karena pasti akan berujung kecewa. Temukan kebahagiaanmu sendiri tanpa aku harus terlibat di dalamnya."
Itu tuh, kalau dipikir-pikir, jawaban Nona Teh bener juga. Si Tuan Kopi harus bisa bahagia tanpa harus melibatkan orang lain sebagai sumber kebahagiannya, karena sejatinya manusia akan mati, dan semua itu tak abadi.
Dengan berbagai kejadian selanjutnya... Nona Teh yang mulai dekat dengan papi-nya setelah "perang dingin" bertahun-tahun. Nona Teh akhirnya mengetahui alasan papi selingkuh. Nona Teh akhirnya mengerti kenapa makam mami berdekatan dengan makam ayah angkat Tuan Kopi. Dan ternyata papi sudah pernah mengenal Tuan Kopi bahkan sebelum Nona Teh memperkenalkan padanya. Keluarga Tuan Kopi yang akhirnya mengetahui rahasia yang dipendamnya bertahun-tahun hingga dihantui ketakutan menikah dan punya anak karena ada "gen monster" yang kata psikiater ada dalam dirinya dan dapat menurun ke keturunannya.
Semuaa...
Dan akhirnya, doa Virga (keponakan Nona Teh yang jadi sudut pandang di prolog buku pertama) untuk melihat tantenya bahagia terkabul. Setelah bertahun-tahun, sampai hampir menyerah ia berdoa. Akhirnya, tante yang disayangnya dan dikaguminya... menikah.
Sekali lagi, Nona Teh mengingat nasihat ibunya,
"Bahwa hakikat tertinggi dari mencintai adalah untuk melepaskan."
⭐⭐⭐⭐⭐
Comments
Post a Comment