Parak [Nona Teh dan Tuan Kopi]

Sudah sejak lama aku melihat adanya novel ini. Meskipun belum membaca, aku sudah bisa menebak, pastilah ini novel romansa, tentang cinta. Karena judulnya yang unik, beberapa kali novel ini masuk ke dalam wishlist-ku, lalu kuhapus lagi, masuk wishlist lagi, hapus lagi, begitu terus sampai mungkin hampir tiga atau empat kali. Tau kalau lagi ada promo diskon yang lumayan besar buat novel ini dan lagi cukup stress, jadi "kebiasaan" belanja buku ini muncul, kubelilah novel ini. 

Karena memang sudah begitu lelah dengan dunia nyata, tepat pada hari buku ini datang (13 Oktober lalu) setelah menyelesaikan UTS, aku langsung buka buku ini. Pertama, karena ingin tenggelam sebentar di dunia novel. Kedua, udah penasaran banget sama bukunya. 

Satu jam... dua jam.. tiga jam... akhirnya aku terlelap saat sampai di pertengahan buku. Jadi aku tertidur dengan menyimpan rasa penasaran atas kisah Nona Teh, Varsha. Paginya, karena ujian masih nanti menjelang siang, aku tetep bersikukuh membaca buku ini sampe kelar. Untungnya, catatan kuliah untuk ujian sudah aku selesaikan, jadi belajarnya nanti ajalah yaa... wkwk. 

Selesai membaca buku ini, tentu masih penasaran karena memang ada sekuel keduanya. Nanti juga aku ceritain yaaa di post selanjutnya :).

Baca buku ini membuatku membuka mata. Bahwa pernikahan tak selamanya bahagia. Bahwa kebahagiaan tak melulu dengan menikah. Tenang saja, buku ini tak meracuni otak untuk menjadi lajang seumur hidup. Bukan. Justru aku dibuat terkesima dengan tokoh Varsha. Seorang wanita yang tangguh luar biasa, yang dalam lembutnya tersimpan kekuatan, kemandirian, dapat diandalkan dan bijaksana. Sepertinya lebih enak menyebut Nona Teh. Ya, Nona Teh memang pecinta teh, terutama teh kamomil hangat dicampur madu. 

Dari Nona Teh pula aku belajar. Bahwa kunci kebahagiaan bukan cinta dan pernikahan, tapi bersyukur. Jika kita bersyukur dengan apapun yang diberi-Nya, kebahagiaan akan hadir menyapa. Satu kalimat yang bikin aku berpikir sejenak. Saat ada tetangga yang "julid" karena dia belum menikah pada usia lebih dari 30 tahun, dan sahabatnya kesel banget kalau Nona Teh digituin, dia bilang, 

...Jika Tuhan memberi gue kesempatan untuk bertemu jodoh di dunia, gue minta tolong kepada-Nya untuk didekatkan. Tapi, jika Tuhan ingin mempertemukan jodoh gue di akhirat, gue ikhlas...

Kenapa ini bikin mewek :(

Uniknya novel ini itu, di bagian prolog baik prolognya Nona Teh maupun Tuan Kopi, ditulis dari sudut pandang Virga (keponakan Nona Teh) yang juga kenal Tuan Kopi karena sama-sama sering menjemput di sekolah yang sama (Virga menjemput adiknya dan Tuan Kopi menjemput keponakannya). Saat itu bahkan Nona Teh dan Tuan Kopi belum saling mengenal. 

Sepanjang novel pertama ini, ada banyak kebetulan yang sedikit demi sedikit terungkap antara Varsha, si Nona Teh, dan Regen, si Tuan Kopi. Pernah sama-sama tinggal di Jerman saat masih kecil, sama-sama punya arti nama "Hujan". Varsha dari bahasa Hindi dan Regen dari bahasa Jerman. Mereka pernah menyumbang di Panti Asuhan yang sama dengan nominal yang sama pula. Pernah dipertemukan tak sengaja, namun mereka berdua bahkan tak menyadarinya. Dan banyak hal-hal lain yang mungkin sebagian besar menganggapnya "hanya kebetulan". 

Satu benang merah dari keseluruhan novel ini, penulis ingin menekankan satu kalimat ini yang menjadi prinsip Mami-nya Varsha dan sekarang pun jadi prinsip wanita tangguh itu. 

"Varsha, hakikat tertinggi dari mencintai tidak selamanya tentang memperjuangkan, melainkan juga melepaskan."

⭐⭐⭐⭐⭐ 

Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Suami idaman

Bapak