Dua Ibu
Buku yang kubeli pas ke Gramedia lagi setelah bosen di rumah terus, bisa cek postingan ini kalau penasaran. Buku ini karya Arswendo Atmowiloto. Buku kedua karya beliau yang kubaca, dan sama-sama kubaca pas lagi perjalanan jauh.. menyeberang lautan. wkwk..
Buku sebelumnya yang pernah kubaca juga udah ku posting awal tahun ini. Bisa cek di postingan Canting. Jadi, buku karya beliau ini aku baca sebagai pembuka dan penutup tahun 2020.
![]() |
Covernya tuh setema sama Buku "Canting" |
Aku rasa, isi buku ini juga setema sama buku "Canting", karena juga membahas tentang perempuan dari sudut pandang laki-laki dan sudut pandang penulis serba tau (ada juga sih yang dari sudut pandang perempuan, tapi dalam bentuk surat gitu). Jadi, tiap bagian atau bab nya itu beda-beda, ada yang sudut pandangnya "aku", ada yang penulis serba tau.
Latar tempatnya juga sama, di Solo.
Dua Ibu, berkisah tentang seorang anak yang memiliki dua ibu. Ibu yang melahirkannya dan ibu yang merawatnya. Meskipun ada beberapa bagian yang aku nggak suka (karena selalu ada adegan "dewasa" yang ditulis penulis baik di buku "Canting" maupun "Dua Ibu" ini). Kenapa harus ada kek gitu siih... rasanya malah mengganggu "kemurnian" ceritanya yang berkisah tentang perempuan. Apa kalau di dalamnya bertema perempuan, pasti harus ada yang "gitu-gitu"?
Aku kagum banget sama sosok Ibu yang rela melakukan banyak hal (bekerja, merawat anak, mendidik, membesarkan) anak-anak yang bahkan bukan anak yang dilahirkannya. Beliau ini sangatlah tangguh dan kuat, juga tulus sayang sama setiap anaknya yang banyak (9 atau 10?) meskipun bukan anak sendiri. Ada yang sudah dewasa, ada yang masih belia. Hidup dalam kemiskinan pun tak membuatnya menolak saat seseorang membutuhkan pertolongan untuk merawat anaknya.
Saat suaminya meninggal dan jadilah beliau seorang janda, rasanya kemiskinan itu bakal bikin orang menyerah. Tapi tidak dengan Ibu. Tetap diusahakannya apapun itu. Menggadaikan barang sudah sangat sering, sampai-sampai seisi rumah terlihat makin kosong. Saat anak perempuannya menikah, acara selamatan tetap diadakan dengan meriah.
Sampai satu per satu anaknya pergi, ada yang menikah maupun merantau, kasih Ibu selalu ada dan menerima kapanpun mereka pulang.
Memang kasih Ibu sepanjang masa.
Bahkan setelah Ibu meninggal pun, semua anak yang pernah dirawat beliau membuat suatu paguyuban (perkumpulan keluarga) yang akan berkumpul dan ziarah ke makam Ibu setahun sekali, sebagai wujud bakti mereka.
⭐⭐⭐
Comments
Post a Comment