Raumanen
Novel ini kubeli bareng sama novel Tarian Bumi. Sama-sama bertema perempuan, penulisnya pun perempuan, namun berbeda latar belakang. Kalau novel Tarian Bumi, penulis berasal dari Bali dan isi tulisannya pun mengisahkan tentang perempuan Bali. Sedangkan novel ini, Raumanen, penulis berasal dari Sulawesi Utara dan kisahnya pun tentang perempuan Minahasa.
Setiap kali membeli buku, aku selalu melihat sinopsisnya dulu dan tulisan ini yang kutemukan,
"Raumanen adalah novel Marianne Katoppo yang pernah menang sayembara penulis novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 1975, Hadiah Yayasan Buku Utama 1978, dan SEA Write Award 1982 (Marianne Katoppo menjadi perempuan pertama yang menang hadiah ini)."
"Raumanen adalah novel Marianne Katoppo yang pernah menang sayembara penulis novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 1975, Hadiah Yayasan Buku Utama 1978, dan SEA Write Award 1982 (Marianne Katoppo menjadi perempuan pertama yang menang hadiah ini)."
Marianne Katoppo menjadi perempuan pertama yang menang hadiah SEA Write Award 1982 melalui karyanya "Raumanen" ini. Jadilah aku penasaran gimana sih hasil karya beliau yang menang award itu, apalagi ini tentang perempuan. Novel ini menurutku lebih bertema romance daripada perempuan, karena terdapat tokoh utama laki-laki juga. Alur ceritanya maju mundur. Terkadang aku bingung ceritanya tuh gimana, karena ada tiga sudut pandang sekaligus dalam satu novel. Sudut pandang Manen (Raumanen) dan sudut pandang Monang yang menggunakan teknik penulisan sudut pandang orang pertama, serta sudut pandang orang ketiga (serba tau). Jadi penulisan judul babnya tuh ada tiga:
- manen → sudut pandang orang pertama
- monang → sudut pandang orang pertama
- angka (1,2,3,..., 10) → sudut pandang orang ketiga (serba tau)
Meskipun awalnya bingung karena tiap bab beda sudut pandang, namun penulis sudah membuat runtutan ceritanya sehingga mudah dimengerti. Jadi, sudut pandang Manen dan Monang itu diceritakan sudah di masa depan, sedangkan sudut pandang orang ketiga yang digunakan penulis mengisahkan awal pertemuan mereka sampai ending.
Raumanen merupakan suatu nama Minahasa Kuno yang artinya "pemudi pemberi kuncup". Novel ini diawali dari sudut pandang Manen yang kesepian di rumah kecilnya. Lalu lanjut ke sudut pandang Monang yang semalam bermimpi tentang Manen, kemudian baru dilanjut bagian 1 yang mengisahkan awal perjumpaan Manen dan Monang. Setelah kubaca novelnya sampai akhir, ternyata sudut pandang Manen dan Monang itu 10 tahun kemudian dari kisah yang diceritakan menggunakan sudut pandang orang ketiga (yang dituliskan pake angka 1, 2, dst). Jujur aja, aku baru paham konsep penulisannya setelah membaca sampai akhir. Saat di awal, pertengahan, bahkan bab kedua dari akhir, aku masih penasaran bagaimanakah akhir kisah cinta Manen dan Monang. Barulah setelah selesai membaca bab terakhir di halaman terakhir, ... "Oooh, ternyata ini maksudnya, ternyata ini akhirnya."
Bener-bener mengejutkan, aku nggak bisa menebak ceritanya. Ada beberapa hal yang aku pikirkan apa yang terjadi pada Manen setelah tau dia "hamidun" akibat keputusannya melakukan "hal di luar batas" dengan Monang. Apakah dia gila? stress? depresi? atau pergi ke luar kota menyendiri? Ternyata tebakanku nggak ada yang bener, wkwk.
"Raumanen! Namaku Isroil!", itu kalimat di halaman terakhir yang membuatku paham kalau ternyata Manen itu akhirnya mengakhiri hidup. Karena dia udah nggak kuat menyimpan rahasia ada seorang makhluk kecil di rahimnya, orangtua Monang yang tak setuju jika anak laki-laki pertamanya menikah dengan perempuan suku lain (Monang itu dari suku Batak dan keluarganya benar-benar masih menjunjung tinggi adat), serta hasil Wasserman Test yang positif sehingga mengakibatkan bayi yang dikandungnya akan cacat. Sudut pandang Manen yang diceritakan tinggal di rumah kecilnya yang sunyi ternyata adalah sepetak kuburan.
"Ah, tetapi aku bersalah juga. Bukankah aku sudah dewasa, sudah dapat membedakan antara yang salah dan yang benar? Pada persimpangan jalan, kutahu betul mana yang salah dan mana yang benar. Namun, kubiarkan diriku dirayu memilih jalan yang salah. Dan kini ternyata jurang menganga di mukaku... "
Sebagai seorang perempuan, kita harus benar-benar bisa menjaga diri. Di luar sana ada lelaki perayu yang bisa menjerumuskanmu. Seorang lelaki yang terlihat alim pun tak menjamin dirinya suci. Jadi, sebagai perempuan tetap harus hati-hati. Kagumku pada tokoh Raumanen ini, dia tidak semena-mena menyalahkan laki-laki saja, karena dirinya sendiri juga ikut andil untuk mengambil suatu keputusan, ntah baik atau buruk. Dia jugalah seorang perempuan yang berwatak logis serta open minded. Ambil baiknya, buang jauh buruknya.
Dari novel Raumanen ini, bener-bener aku bisa paham mengapa Allah memerintahkan kita untuk "tidak mendekati zina". Mendekati saja tak boleh, apalagi sampai melakukannya. Karena justru dari "mendekati" itulah gerbang utamanya. Setiap laki-laki wajib menundukkan pandangan dan perempuan wajib menutup auratnya, serta keduanya dilarang berikhtilat (berdua-duaan di tempat sepi).
⭐⭐⭐
Bener-bener mengejutkan, aku nggak bisa menebak ceritanya. Ada beberapa hal yang aku pikirkan apa yang terjadi pada Manen setelah tau dia "hamidun" akibat keputusannya melakukan "hal di luar batas" dengan Monang. Apakah dia gila? stress? depresi? atau pergi ke luar kota menyendiri? Ternyata tebakanku nggak ada yang bener, wkwk.
"Raumanen! Namaku Isroil!", itu kalimat di halaman terakhir yang membuatku paham kalau ternyata Manen itu akhirnya mengakhiri hidup. Karena dia udah nggak kuat menyimpan rahasia ada seorang makhluk kecil di rahimnya, orangtua Monang yang tak setuju jika anak laki-laki pertamanya menikah dengan perempuan suku lain (Monang itu dari suku Batak dan keluarganya benar-benar masih menjunjung tinggi adat), serta hasil Wasserman Test yang positif sehingga mengakibatkan bayi yang dikandungnya akan cacat. Sudut pandang Manen yang diceritakan tinggal di rumah kecilnya yang sunyi ternyata adalah sepetak kuburan.
Overall, ceritanya cukup unik. Berkisah tentang dua sejoli dengan latar belakang yang sangat berbeda.
Manen yang taat beragama (mungkin Kristen atau Katolik, karena ada Gereja gitu), Monang yang cenderung tak percaya Tuhan.
Manen yang sederhana, Monang yang perlente dan bergaya.
Manen yang serius, Monang yang banyak bercanda.
Manen yang aktivis, Monang yang cukup apatis.
Manen yang banyak diberikan kebebasan, Monang yang banyak dikekang.
Tapi, keduanya sama-sama punya rasa, sama-sama saling cinta (meskipun mereka menyadari justru saat tak bersama).
Benang merah yang dapat kuambil dari kisah ini dan buat pelajaran ada di cuplikan berikut.Manen yang taat beragama (mungkin Kristen atau Katolik, karena ada Gereja gitu), Monang yang cenderung tak percaya Tuhan.
Manen yang sederhana, Monang yang perlente dan bergaya.
Manen yang serius, Monang yang banyak bercanda.
Manen yang aktivis, Monang yang cukup apatis.
Manen yang banyak diberikan kebebasan, Monang yang banyak dikekang.
Tapi, keduanya sama-sama punya rasa, sama-sama saling cinta (meskipun mereka menyadari justru saat tak bersama).
"Ah, tetapi aku bersalah juga. Bukankah aku sudah dewasa, sudah dapat membedakan antara yang salah dan yang benar? Pada persimpangan jalan, kutahu betul mana yang salah dan mana yang benar. Namun, kubiarkan diriku dirayu memilih jalan yang salah. Dan kini ternyata jurang menganga di mukaku... "
Sebagai seorang perempuan, kita harus benar-benar bisa menjaga diri. Di luar sana ada lelaki perayu yang bisa menjerumuskanmu. Seorang lelaki yang terlihat alim pun tak menjamin dirinya suci. Jadi, sebagai perempuan tetap harus hati-hati. Kagumku pada tokoh Raumanen ini, dia tidak semena-mena menyalahkan laki-laki saja, karena dirinya sendiri juga ikut andil untuk mengambil suatu keputusan, ntah baik atau buruk. Dia jugalah seorang perempuan yang berwatak logis serta open minded. Ambil baiknya, buang jauh buruknya.
Dari novel Raumanen ini, bener-bener aku bisa paham mengapa Allah memerintahkan kita untuk "tidak mendekati zina". Mendekati saja tak boleh, apalagi sampai melakukannya. Karena justru dari "mendekati" itulah gerbang utamanya. Setiap laki-laki wajib menundukkan pandangan dan perempuan wajib menutup auratnya, serta keduanya dilarang berikhtilat (berdua-duaan di tempat sepi).
⭐⭐⭐
Comments
Post a Comment