Filosofi Kopi
Buku pertama yang aku selesaikan dari karya seorang Dee Lestari. Yeyyy. Sebenernya udah sejak lama tau penulis best seller ini, tapi baru baca tulisannya di buku Filosofi Kopi yang ternyata adalah kumpulan tulisan? Ntahlah, karena kalau disebut kumpulan cerpen, kayanya nggak semuanya cerpen. Tapi kalau disebut antologi puisi atau prosa, keknya ada juga cerpennya. Ya sudahlah. Tapi memang di bagian pengantar ditulis bahwa buku ini tuh isinya kumpulan tulisan Dee Lestari yang belum sempat terbit jadi buku. Ini membuktikan bahwa penulis sudah berlatih sejak lama sebelum menerbitkan buku pertamanya. Waaa... keren dan menginspirasi.
So, karena judulnya Filosofi Kopi. Pastilah ada satu cerita yang judulnya ini. Aku pernah juga liat trailer filmnya dan terlihat menarik. Fisolofi kopi menceritakan tentang perjuangan dua sahabat dalam membuka bisnis cafe kekinian. Keunikan dari cafe atau kedai kopi mereka tuh, tiap kopi yang mereka sajikan pada pelanggan punya filosofi sendiri-sendiri.
Singkat cerita, mereka ditantang oleh seorang pelanggan untuk menciptakan racikan kopi perfecto (kopi sempurna). Setelah berhasil menciptakannya dan menu itu jadi menu andalan cafe, ada seorang bapak yang berkunjung dan mengatakan ada yang lebih enak dari kopi perfecto. Kopi Tiwus namanya. Mulailah kedua sahabat itu bertualang mencari petani kopi tiwus di sekitar Klaten.
KOPI YANG ANDA MINUM HARI INI:
KOPI TIWUS
Artinya:
Walau tak ada yang sempurna,
hidup ini indah begini adanya
Kisah filosofi kopi ini mengingatkanku sama komting angkatan dan salah satu tim praktikum IUT II yang emang suka banget sama kopi. Kadang aku tuh bingung, kopi rasanya pahit, engga enak, tapi kenapa mereka suka? Ternyata setelah baca buku ini aku baru paham, kalau dibalik minuman kopi yang pahit itu ada banyak filosofi di dalamnya. Ada banyak jenis biji kopi, racikannya, suhu air untuk menyeduhnya, dan berbagai hal lain yang cukup kompleks. Tapi, meskipun aku nggak suka minum kopi, aku suka sih sama aromanya yang menenangkan.
Ada banyak kisah menarik di buku kumpulan cerpen atau prosa ini. Aku tulis beberapa aja ya yang menurutku paling puitis dan ntah kenapa ngena buat aku.
Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring, bukan digiring.
dan ini...
Seindah apapun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?
Comments
Post a Comment