Mencintai lawan jenis sebelum menikah, bolehkah?

Setiap manusia diberi anugerah oleh-Nya untuk mencintai. 
"Tanpa cinta, tak ada surga yang kita rasakan di dunia." Ini kata2 yang pernah aku denger dari Pak Mario Teguh beberapa tahun lalu yang ntah kenapa aku masih inget sampe sekarang. 

Ada juga kalimat puitis yang aku denger dari sebuah mini series berjudul "Bicara Cinta" →klik aja kalau mau nonton

Cinta itu anugerah...
Merasakannya adalah fitrah...
Menjaganya adalah ibadah...
Karena jatuh cinta adalah mubah...
Maka, menyikapinya bisa jadi pahala berlimpah...
atau malah menjatuhkan kita dalam dosa dan musibah...

Kali ini aku mau bahas tentang cinta. Cinta dalam artian ketertarikan antara laki-laki dan perempuan. 

Intro dulu yaak…

Sejak kecil, aku dididik supaya nggak terlalu dekat sama laki-laki. Jadi ya wajar, sahabat dan temen-temenku banyak yang perempuan. Seiring waktu, setiap orang pasti akan mengalami masa-masa pubertas (termasuk juga aku), mulai penasaran dan liat serial drama atau sinetron romantis, ada rasa ketertarikan sama lawan jenis, kalau ngobrol sama temen-temen tak jarang bahasnya tentang pacaran. Meskipun sering ngobrol tentang cowok, kadang juga pacok-pacokan (ini tuh maksudnya kayak dijodoh-jodohin gitu), aku nggak pernah sama sekali pacaran ataupun deket sama cowok. Didikan orangtua sejak kecil menurutku yang paling mempengaruhi pandanganku tentang cinta dan relationship ini. 

Alhamdulillah, sejak kecil aku dapet kasih sayang orangtua yang cukup. Meskipun kedua orangtua sibuk, ibuk sering menyediakan waktu untuk sekadar denger curhatanku, dan bapak (meskipun jarang bicara) kalau mau pergi kemana-mana atau pas nganter aku sekolah selalu cium pipi (ini bahkan sampe sekarang... wkwk). Jadi ya aku merasa disayangi dan nggak butuh kasih sayang dari orang lain a.k.a pacar. 

Awalnya aku mempertanyakan, kenapa orangtua melarang pacaran? Toh aku liat temen-temen atau public figure di TV malah happy pas pacaran. Wening kecil memang nggak tau apa-apa, walaupun tetep mempertanyakan alasan dilarangnya pacaran, dia nggak berani melawan karena katanya itu dosa. Tapi, kalau dosa kenapa banyak muslim dan muslimah yang masih aja pacaran? Waktu itu aku hanya meyakini kalau pacaran bakal mengganggu konsentrasi, belajar jadi nggak fokus, prestasi turun, dan lain-lain. Tapi, kenapa ada juga yang pacaran malah tambah semangat belajar dan prestasinya meningkat tajam? Jadi, aku kembali ragu dengan keyakinan itu. 

Pasti ada alasan kuat di balik larangan pacaran…

Mulai SMA, aku ikut mentoring yang diadakan seminggu sekali oleh Rohis di sekolah. Cukup banyak ilmu dan pengetahuan baru yang kudapat dari mentoring ini, terutama tentang virus merah jambu alias cinta. Bahwa pacaran itu gerbang zina, dan hanya ada kemaksiatan di dalamnya. Pacaran syar'i, mana ada? 


"Pacaran itu maksiat, nikmat sesaat, penghapus nikmat" 
Salah satu isi dari poster dakwah yang dibuat Rohis ini membuatku sadar juga, bahwa pacaran itu selain nggak penting juga maksiat. 

Eh tapi, meskipun sudah tau kalau pacaran itu maksiat, aku masih mempertanyakan lagi soal hal lain. Cinta. 
Jika pacaran itu dilarang, lantas apakah cinta juga larangan? Bukankah seseorang yang menikah pasti memiliki rasa cinta satu sama lain? Kalau bukan lewat pacaran dulu, gimana bisa ngrasain cinta-nya? Atau apakah menikah tanpa cinta itu tak apa? 

Wening yang nggak tau apa-apa ini terkadang memikirkan hal sederhana dengan rumit. Termasuk Cinta. Rasanya kurang pas kalau menyetujui atau menolak sesuatu dengan dasar yang kurang jelas atau belum masuk ke logikaku. Selama pencarian yang cukup lama tentang cinta, membaca beberapa novel romantis dan mengambil hikmahnya, menonton film atau drama juga mini series, denger kajian-kajian, pada akhirnya aku menemukan jawabannya di buku ber-cover pink berjudul "Awe-Inspiring Me" karya Dewi Nur Aisyah.

Bab terakhir yang bikin mikir…

Ya, di buku yang aku baca itu ada bahasan tentang cinta di bab terakhirnya. Mengelola Hati. Penulis menjelaskan bahwa dalam cinta itu ada pembahasan ilmiahnya. Ada hormon yang muncul dalam tubuh kita sehingga bisa merasakan jatuh cinta (merasa bahagia, selalu pengen ketemu doi, kalau doi jauh jadi rindu, dkk). Phenyl Ethyl Amine (PEA), Dopamin, Endorfin, Serotonin, Feromon, Oksitosin, Norepinephrine, dan Vasopressin adalah beberapa hormon jatuh cinta. 

Kita nggak bisa mengendalikan kerja hormon-hormon itu, maka banyak orang juga yang bisa kehilangan logika saat jatuh cinta. 
"Perlu diingat baik-baik, mekanisme kerja senyawa-senyawa itu ternyata berawal dari indera. Mulai dari indera penglihatan (dari mata jatuh ke hati), pendengaran, penciuman, peraba (sentuhan kulit), dll."

Kucoba jelasin simpelnya yaah.. 

Indera → Otak → Hormon jatuh cinta → Cinta

Intinya, jatuh cinta nggak akan terjadi tanpa adanya rangsangan dari indera. Maka, jagalah pandangan, jagalah pendengaran, jagalah adab interaksi antara perempuan dan laki-laki. Supaya tidak terjerembab dalam zina (mendekati saja nggak boleh, apalagi sampe melakukan, astaghfirullah). Cara menjauhi zina:
  1. Jaga pandangan (Q.S. An-Nur ayat 30-31, Q.S. Al-Isra ayat 36)
  2. Menjauhi ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan), apalagi berkhalwat (berduaan tanpa ada mahram)
  3. Hindari bersentuhan dengan lawan jenis
  4. Hati-hati zina hati
Trus, boleh nggak sih kita jatuh cinta sebelum menikah? Bukankah setiap manusia punya naluri jatuh cinta dan saling menyayangi?
"Ketertarikan itu wajar, jatuh cinta itu normal. Tapi bagaimana sikap kita setelah jatuh cinta itu yang akan membuatnya halal atau haram."

Sekarang aku paham, kenapa orangtua melarang pacaran dan membatasi pergaulanku dengan laki-laki. Mereka ingin menjaga anak perempuannya ini dari godaan setan di luar sana. Karena rangsangan dari indera (melihat, mendengar, dll) yang menurut kita sepele, dapat memunculkan hormon cinta yang kalau kita gak bisa kontrol diri, bisa aja terjerembab dalam zina (astaghfirullah). 

Jadi, mencintai lawan jenis sebelum menikah. Bolehkah?…

Simpulan yang kudapat untuk menjawab ini adalah boleh dengan syarat. Boleh. Syaratnya, kalau telanjur jatuh cinta lakukan ini (poin2 ini kudapet juga dari buku "Awe-Inspiring Me"):
  1. Curhat sama Allah ajaa
  2. Kontrol diri (Jaga adab komunikasi sama lawan jenis, kalau nggak penting dan urgent banget ya nggak usah. Karena sebenernya komunikasi yang intens bisa jadi pemicu.)
  3. Nggak ada yang namanya pacaran islami. Jangan pacaran!!
  4. Senantiasa perbaiki diri
  5. Sertakan Allah dalam setiap pilihan (ini buat kamu yang siap menuju jenjang pernikahan)
Yang jelas, porsi cinta kita pada-Nya harus lebih besar darinya. 





Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Bapak

Suami idaman