Trilogi Soekram




Beli buku ini pas ada diskon 50% di gramedia.com, jadi lumayan banget. Ini aku belinya bareng sama "Tarian Bumi" dan "Raumanen", mereka semua juga pas diskon 50%. Aku memang berencana beli buku pas periode promo itu dengan budget maksimal 100k. Daaan, tiga buku tadi itu totalnya nggak nyampe 100k, so seneng banget.. yuhuu. Seperti biasa, sebelum beli buku aku selalu liat review-nya dulu di goodreads dan liat siapa penulisnya. Nah, kebetulan aku belum pernah baca buku-buku karya beliau ini, Sapardi Djoko Damono, meskipun tau beliau nih sastrawan kondang dan puisinya pernah aku bacain di depan kelas pas SD dulu. 

                Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya 
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

Balik lagi ke bukunya. "Trilogi Soekram" menjadi buku pertama eyang Sapardi yang aku baca. Cukup menarik sih dari judulnya tuh "trilogi", padahal kan biasanya kalo trilogi tuh kumpulan dari tiga buku yang saling berhubungan. Nah, ini trilogi tapi dijadikan satu buku. Mungkin karena tiap bagiannya itu sedikit, jadi buku inipun tebelnya juga kayak buku biasanya. Sesuai dengan namanya, Trilogi Soekram terdiri dari tiga bagian:
  1. Pengarang Telah Mati
  2. Pengarang Belum Mati
  3. Pengarang Tak Pernah Mati
Secara keseluruhan setelah baca buku ini, aku sebenernya masih bingung ceritanya tuh gimana. Soalnya setiap bagian tuh semuanya ada tokoh Soekram, cuma ada beberapa kisah yang nggak nyambung (menurutku) satu sama lain. Atau mungkin karena aku belum paham, jadi yaa merasa nggak nyambung gitu. 

Sejauh yang aku pahami dari novel ini, ada tiga sudut pandang penulis (pengarang cerita), yaitu sudut pandang penulis asli, sudut padang Soekram yang merupakan tokoh rekaan tapi mengarang ceritanya sendiri, dan sudut pandang teman penulis asli yang diminta untuk melanjutkan cerita dan mempublikasikannya.  Bingung? Kalau iya kita sama. 

Intinya ada kisah perjuangan revolusi yang dituliskan dalam novel ini. Ada kisah cinta yang membingungkan dan rumit yang dialami Soekram. Ada kebingungan yang mendalam dialami teman penulis, apakah harus percaya pada sahabatnya atau tokoh rekaan yang menemuinya. 

Dalam setiap bagian cerita, selalu ada kata yang hadir di pikiran si Soekram. "Di padang pasir, tak ada larangan untuk memakan pasir." Bahkan sampai akhir novel pun aku masih belum paham makna di baliknya. Apa padang pasir itu kiasan? Tapi artinya apa? Ntahlah, mungkin aku perlu merenung dan membaca ulang novel ini. 

Sebagai cewek, aku cukup kesel sama tokoh Soekram ini yang bisa mencintai dan menjalin hubungan lebih dari satu wanita. Bahkan di "Trilogi Soekram" ini, Soekram berhubungan dengan lima wanita. Mungkin ada maksud lain yang ingin disampaikan penulis, tapi aku masih nggak paham. 

Overall, aku belum paham ceritanya.. wkwk. Jujur, ini novel pertama yang walaupun udah sampe akhir baca tiap lembar halamannya, masih belum paham.. hehe. Ya, untuk orang yang awam sastra, susah menebak kiasan, dan nggak peka kode kayak aku ini, wajar sih kalau belum paham. Ye.. kan. 

⭐⭐⭐




Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Suami idaman

Bapak