Gagal?? Pernah lah...
Di postingan dulu aku pernah bilang kalau suka mimpi. Aku sudah punya cita-cita sejak TK, yaah meskipun gagal mencapainya, tapi setidaknya aku semangat menjalani hari karena adanya mimpi itu. Bahkan sampai SMA, aku masih mengejar dan berusaha mencapainya. Ya, dulu cita-citaku jadi dokter. Pasaran? Iya emang. Tapi aku menemukan banyak alasan mengapa harus jadi dokter (saat itu). Mulai dari alasan biasa biar bisa menolong orang sakit, membahagiakan keluarga (terutama nenek dan Pakdhe Budhe yang emang pengen salah satu ponakannya jadi dokter, soalnya sampe sekarang belum ada, dan saat ini cuma adekku satu-satunya orang yg bisa mewujudkan itu, ya kalau adekku mau.. wkwk), meningkatkan kualitas kesehatan bangsa ini, sampai sesederhana mengharapkan generasi penerus bangsa yang sehat. Jadi tuh, cita-citaku pengen jadi dokter spesialis kandungan. Why?? Karena kesehatan ibu dan anak sangat penting. Penerus bangsa harus sehat dan cerdas untuk melanjutkan perjuangan.
Mimpi itu hancur berkeping-keping karena nggak ada satupun Universitas yang aku daftar menerima di jurusan Pendidikan Dokter. Padahal aku udah punya banyak rencana, udah belajar rajin. Bahkan aku yang awalnya nggak suka Biologi, jadi suka banget. Catatan Biologiku rapi dan penuh warna, buku pelajaran juga punya (mulai dari buku paket, detik-detik buat ujian, buku saku, LKS/Lembar Kerja Siswa, pokoknya Biologi yang paling lengkap dari mapel lain). Nilai UN Biologi juga memuaskan. Keyakinanku sudah penuh, usahaku sudah maksimal, tapi apalah daya. Kalau nggak keterima yaudah nggak keterima. SNMPTN aku gagal, padahal PD banget bakal langsung lolos. SBMPTN mulai kucoba, tapi diterima di pilihan kedua (yang itu bukan Pendidikan Dokter).
Sedih? Banget. Down? Jelas. Bahkan setelah pengumuman itu aku nangis terus sampai hampir sebulan. Itu aku nangis hampir setiap hari. Tiap keinget kalau aku gagal masuk Pendidikan Dokter, nangis. Liat buku catatan, nangis. Tau temen keterima Pendidikan Dokter, nangis lagi. Ya Allah, pas itu kek aku nggak terima dan merasa usahaku sia-sia. Sebenernya masih ada option buat ikut ujian mandiri, tapi aku sadar kalau biayanya pasti mehong banget... belum lagi biaya buku dan praktikum-praktikumnya. Aku merasa nggak mau memberi beban ke orangtua (meskipun aku tau mereka mampu, tapi aku bukan anak sultan). Karena suka nggak tega lihat aku nangis ditolak Pendidikan Dokter, ibuku sampai menanyakan, "Apa mau coba Universitas swasta aja?" karena juga ada banyak sih yang bagus. Tapi sekali lagi aku sadar, biayanya pasti mehong. Univ negeri aja udah mehong, apalagi swasta.
Kegagalan ini, membuatku merasakan betapa sakitnya penolakan itu. Betapa sakitnya gagal itu. Sejak TK sampai SMA, aku nggak pernah merasa segagal ini. Pernah gagal, tapi nggak sesakit ini. Bahkan bisa dibilang, aku cukup berprestasi. Jadi Anak Didik Terbaik pas kelulusan TK, masuk ranking 10 Besar pas kelulusan SD, peringkat I paralel pas SMP, dan Peringkat I Nilai UN Tertinggi di SMA. Kegagalan yang kuterima masa itu, ya sekadar kalah lomba mewarnai, atau kalah lomba lainnya yang cepat terobati karena memang aku bukan anak yang ambis juara lomba.
Kuliah ini menyangkut masa depan dan bahkan sebelum memulai aku sudah gagal. Sebenernya, di benakku bukan sedih karena aku nggak mampu. Tapi lebih sedih karena aku telah mengatakan pada banyak orang tentang mimpi-mimpiku dan cita-citaku menjadi dokter. Aku sedih, karena nggak bisa membuat Bunda bangga (Bunda, guru BK SMP ku yang mengenalkanku dengan arti mimpi). Aku sedih karena nggak bisa mewujudkan keinginan eyang dan Budhe Pakdhe buat jadi dokter. Aku sedih karena nggak bisa mewujudkan Mind Map dan Proyek Mimpi Besarku yang sudah disaksikan orang-orang hebat di sekitarku. Aku sedih. Aku sedih, karena aku gagal menjadi seseorang yang membanggakan dan membahagiakan.
Jadi, kalau ditanya apakah aku pernah gagal??
Ya, pernah lah...
Comments
Post a Comment