Islammu adalah Maharku

Ini tema fotonya emang mahar yak.. wkwk seperangkat alat solat.
Trus yang di smartphone itu cover dari buku ini di Ipusnas


Eitss.. itu judul novel yaak, di postingan ini aku nggak mbahas tentang pernikahan, cuma mau review novel itu.. hehehe. Pertama tau novel ini udah sejak 2018 lalu. Lama juga ya ternyata…  tapi baru baca Agustus ini dan itupun bukan dari buku fisik tapi baca dari buku digital lewat aplikasi Ipusnas. Buat kalian yang baru tau, cuss buruan aja install aplikasinya (bisa android & windows), dengan sekali daftar udah bisa baca buanyaaaak buku berbagai genre, free dan yang pasti LEGAL. Karena aplikasi itu milik Perpustakaan Nasional Indonesia resmi. 

Kalau dilihat dari judul, sudah bisa ketebak yaa isi ceritanya tentang kisah cinta seorang muslimah taat dan seorang non muslim. Novel ini ditulis oleh Ario Muhammad, yang sekarang sudah bergelar Ph.D. Ketertarikanku untuk baca novel ini sebenernya bukan dari kisah cinta tokoh utama, tapi bagaimana bisa sang tokoh ini menempuh studi di luar negeri. Yaa.. aku memanglah sang pemimpi, yang pengen kuliah di luar negeri entah S2 atau S3 nanti. Bismillah, doakan yaa. 

Syakila, mahasiswa asal Indonesia yang melanjutkan studi S2-nya di National Taiwan University of Science and Technology, yang sebenarnya bukan cita-citanya. Ya, karena dia sebenernya pengen studi ke Inggris, sudah diterima di universitas impian tapi gagal terus setelah beberapa kali ditolak beasiswa. Akhirnya dia pasrah saja dan berencana lanjut studi di Indonesia dengan biaya sendiri yang lebih murah (karena memang biaya hidup di Inggris itu mahal). Namun, saat ada wawancara beasiswa di kampusnya untuk studi lanjut ke Taiwan, ia ikut mencoba meskipun hal itu bukan murni keinginannya, alias disarankan oleh dosennya. Dan, keterima dengan hanya wawancara beberapa menit saja. Sungguh, memang rencana Allah tak disangka. Syakila yang sudah beberapa kali gagal pontang-panting nyari beasiswa dengan berbagai kesiapan yang pastinya ribet. Ini dia wawancara cuma beberapa menit saja sudah diterima, berkas-berkas lain dia pakai dari persiapan beasiswa sebelumnya, jadi ya semua udah siap. 

Di Taiwan, Syakila bertemu seorang Profesor muda tampan cerdas kaya raya tapi sayangnya beliau agnostik. Percaya Tuhan tapi tak percaya agama. Intensitas pertemuan dan komunikasi yang sering mereka jalani, membuat keduanya saling jatuh hati. Yaa, namun karena Syakila seorang muslimah taat, ia tak mau berlarut-larut mencintai seseorang yang tak seiman dengannya. Meskipun Prof. Chen itu dapat dikatakan "sempurna" di mata manusia. Tampan? Iya. Cerdas? Banget, bahkan beliau menyelesaikan studi S2 dan S3 nya hanya dalam waktu 4 tahun, trus udah Profesor lagi. Kaya? Nggak usah ditanya, beliau punya beberapa aset yang nggak cuma ada di Taipei. Sifat dan kepribadiannya juga dapat dikatakan baik, beliau ini disiplin, pekerja keras, ulet, tekun, dan pokonya hampir sempurna dalam segala aspek. Nah, tapi di mata Syakila, beliau ini masih punya satu kekurangan yaitu tidak punya iman. Ibarat kata kalau syarat calon imamnya Syakila itu agama dan akhlaknya baik. Prof. Chen ini baru memenuhi kriteria akhlak yang baik, tapi agamanya belum.

Kisah cinta mereka ini puncaknya pas lagi acara liburan untuk anggota Laboratorium. Saat itu, Prof. Chen melamar Syakila. Ya Allah, betapa kagetnya Syakila... hal itu terasa kayak nggak mungkin. Syakila nggak bisa bohong kalau dia juga punya rasa ke Prof. Chen, tapi ya cinta Syakila pada-Nya lebih besar darinya. Makanya pas itu beliau ditolak dan diberikan syarat Islammu adalam maharku itu.

Nah ini nih hikmah utama dan benang merah dari novel ini. 

Cintamu pada-Nya harus lebih besar darinya.

Pas baca bagian Syakila cerita ke Allah tentang perasaannya itu, aku sampe nangis dong. Ya Allah.. sedih banget. Ya, meskipun aku nggak tau rasanya jatuh cinta. Penulis bisa menguntai kata yang bikin aku ikut larut ke perasaanya si Syakila ini.. heuheu. Jadi tuh rasanya kek sedih karena dia cinta tapi nggak mungkin bersama gitu, karena kan Prof. Chen masih bukan muslim. Si Syakila ini sebenernya sadar dan merasa dosa udah punya perasaan ini, tapi dia juga bingung kenapa Allah titipkan rasa itu padanya. Syakila pun akhirnya berusaha untuk perlahan mengurangi intensitas pertemuan dan komunikasinya dengan Prof. Chen melalui caranya melakukan riset dari asrama. Jadi, komputer Lab dikoneksikan dengan laptop pribadinya, sehingga dia bisa mengerjakan risetnya sendiri tanpa harus ke Lab tiap hari. Hmm, jadi bener kan... cinta itu sebenarnya berawal dari intensitas komunikasi atau pertemuan. Makanya, aku pun sebagai seorang cewek yang nggak mau dengan mudahnya jatuh cinta, berusaha untuk menjaga adab komunikasi sama lawan jenis. Ya, maksudnya komunikasinya yang penting dan urgent aja gitu. 

Dibalik perasaannya yang membuatnya bingung, Syakila yakin bahwa Allah punya rencana terindah untuknya. 

Overall, aku suka sama novel ini. Karena cerita studi di Taiwan itu beneran nyata. Nggak lain nggak bukan, karena penulis merupakan alumni NTUST, jadi yaa latar tempat dan suasananya dapet banget karena beliau emang pernah tinggal di Taiwan.

Hikmah yang bisa diambil dari novel ini:

  • Rencana Allah pastilah yang terbaik, jadi jika ada rencanamu yang gagal, Allah pasti sudah siapkan rencana-Nya yang lebih baik dari rencanamu yang seringkali tak kamu sadari.
  • Cinta pada-Nya harus lebih besar darinya. 
  • Mencari jodoh itu yang akhlak dan agamanya baik. Cakep kaya itu bonus, tapi boleh sih untuk diusahakan.. wkwk. 
  • Jagalah adab komunikasi dengan lawan jenis, lebih baik menjaga daripada terjerumus ke lubang dosa. 
  • Ridha Allah adalah ridha orangtua. [ini kejadian pas Syakila pengen banget kuliah di Inggris tapi ibunya agak berat, dan malah keterima di Asia yang lebih deket lah istilahnya]

Bintang lima untuk novel ini 
⭐⭐⭐⭐⭐

Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Suami idaman

Bapak