Posts

Obrolan Menjelang Pulang

Image
Ternyata benar, perempuan punya energi begitu besar untuk berkata-kata, berbicara. Berdasarkan hasil riset dan terutama yang sering disampaikan dr. Aisah Dahlan ( one of my online mentor ), perempuan rata-rata bisa mengeluarkan 16.000 kata per hari... dan belum bisa tidur nyenyak kalau nggak mencapai target. Pantesan, kadang aku suka ngomong sendiri di samping adekku padahal dia udah beranjak tidur, hahahaaa. Trus waktu ngekos sendiri, sering banget video call sama keluarga sampe berjam-jam, ternyata aku butuh mencapai target kata-kata, wkwkwk.  Dulu aku nggak sadar kalau aku banyak bicara. Karena merasa introvert dan memang sering kehabisan energi kalau kelamaan di keramaian. Tapi ternyata, meski introvert, kebutuhan buat bicara itu tetep ada. Jadilah sering ngobrol sama keluarga dan sahabat dekat. Sekarang aku sadar, sesadar-sadarnya, ternyata perempuan sebetah itu buat ngobrol. Setelah mengalaminya sendiri jadi tempat cerita rekan kerja menjelang pulang kantor. Mulanya aku mena...

Jeda dan Spasi

Pagi ini aku terkejut sekali, melihat sosok yang dulunya jadi idolaku (tapi kini tidak, bahkan sudah ku-unfollow instagramnya sejak dua tahun lalu) membuat postingan tentang perceraiannya (muncul di suggestion berandaku). Dulu aku mengaguminya karena sama-sama hobi baca buku. Kulihat review bukunya di YouTube hampir tiap hari (sekitar tahun 2017-tujuh tahun lalu), kemudian beralih ke instagram untuk melihat postingannya (yang juga tentang buku). Sejak follow sosial medianya, aku mengikuti perjalanan hidupnya sejak masih gadis, menikah muda, punya anak, dan hidup berkeluarga. Mbak ini memang bukan orang yang kukenal secara personal, tapi aku suka caranya bercerita dan menulis di media. Meski seringnya terlalu vulgar dan blak-blakan. Itu jugalah yang akhirnya membuatku unfollow. Sebenarnya sih okay saja dan aku merasa dirinya keren karena berani menyuarakan apa pun dengan jujur dan apa adanya. Tapi lama kelamaan, sepertinya dia tidak punya filter (setidaknya menurutku), maka kuputuskan u...

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Image
Suatu hari aku pernah berpikiran seperti ini... "Apakah menikah harus punya alasan? Apakah harus melibatkan perasaan cinta romantis kepada calon pasangan kita sebagai alasan untuk menentukan keputusan menikah?" Pikiran itu tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada seorang sahabat yang beberapa waktu lalu bertanya padaku mengenai hal itu, dan ada buku yang kubaca menuliskan hal selaras. Jadi aku berpikir sejenak, apakah harus melibatkan cinta sebelum memutuskan menikah? Padahal sejak dulu, prinsipku adalah mencintai suamiku, siapa pun itu, kalau belum sah sebagai suamiku, takkan kuberikan cinta tulus ini. "Sekadar suka" mungkin bisa, tapi hingga level "cinta" memang kusimpan dan akan kupersembahkan untuk suamiku kelak. kaget nggak tuh, sore-sore dapet pertanyaan filosofis :) Jadi saat ditanya oleh sahabatku perihal itu, jawabanku adalah "mungkin 50% (?)". Ya karena nggak pernah ada risetnya juga ya, tapi menurutku tidak semua orang menikah atas dasar ci...

Morning Talk with Bapak

Beberapa hari ini, karena habis flu (jadinya kurang enak badan) dan cuaca yang sering hujan, aku dianter-jemput Bapak. Takutnya kalau motoran sendiri oleng karena masih kurang fit. Jadinya, tiap pagi aku harus mandi lebih awal, siap-siap lebih awal biar bisa berangkat bareng Bapak-Ibu. Dan setiap perjalanan berdua bareng Bapak (karena Ibu turun duluan, kantornya deket) selalu ada obrolan yang random alias macam-macam, berbagai topik. Para pembaca blog-ku mungkin udah tau ya, kalau aku sama Bapak itu bisa ngobrolin apa pun. Mulai dari pendidikan, agama, sosial, ekonomi, politik, sampai filsafat. Pagi ini, obrolannya ringan tapi serius. Jadi, aku pengen mencatatnya sebagai pengingat juga.  Berawal dari obrolan tentang Ibu yang mau pensiun. Bapak bilang kalau, "Bapak nggak akan pensiun. Pensiun pun Bapak tetep kerja. Cuma kerjanya sudah nggak di kantor." Intinya, beliau bilang bahwa seumur hidupnya akan terus bekerja, berkarya, dan melakukan berbagai hal produktif, apapun itu. B...

Ambisius

Dapat dibilang, sejak sekolah aku punya rasa ambisius yang cukup (menurutku). Intinya bukan tipe anak yang pasif. Mungkin ke-ambis-an ini dimulai sejak aku diperkenalkan dengan kompetisi dan perlombaan. Bahwa orang yang terbaik adalah mereka yang menang kompetisi, yang rangking 1, urutan pertama, yang nilainya 100, dll. Hal itu selaras dengan pujian yang kudapatkan dari orang-orang sekitar saat juara lomba, rangking 10 besar, dan berhasil meraih pencapaian-pencapaian lainnya. Kupikir-pikir, jiwa ambisius ini lahir karena Ibu selalu mendorongku untuk berani ikut lomba (tiap ada kesempatan). Misalnya, lomba mewarnai, menggambar, baca puisi, tartil, dll. Bahkan saat aku si introvert ini malu untuk tampil, Ibu selalu bilang "masak kalah sebelum coba?". Ya, Ibu memang mendorongku untuk ikut berbagai kompetisi, tapi beliau tidak menuntutku untuk menang. "Pengalaman itu mahal harganya mbak, nggak papa... kalah di perlombaan juga pengalaman." Orang-orang yang memujiku biasa...

Refleksi 2024

Image
Seperti biasa, akhir tahun akan menulis refleksi dan hikmah di balik kisah selama setahun ini. Awal tahun 2024, targetku untuk lulus alhamdulillah sudah tercapai. Ikut yudisium periode Januari 2024 dan jadwal wisudanya April 2024. Lulus lebih lama dari target, sepertinya tidak perlu disesali. Karena ternyata ada beberapa hikmah yang bisa kuambil. Salah satunya adalah bisa sedikit ngobrol personal dengan dosen idolaku yang kini jadi Kaprodi Pascasarjana, Pak I Made Andi Arsana. Yups, tahun 2023 jadi tahun pergantian Kaprodi, dan Kaprodi barunya adalah beliau. Otomatis yang tanda tangan di Lembar Pengesahan tesisku adalah beliau. Sesi minta ttd tesis, kumanfaatkan pula untuk ttd buku... wkwkwk *Dulu waktu S1, beliau pernah jadi narasumber seminar dan aku pernah foto bareng di sebelahnya (tapi nggak nyimpen arsip fotonyaaa... heuheuu). Dan kini bisa foto berdua sama beliau plus minta ttd di buku karyanya. Februari 2024 juga jadi bulan yang both sad and happy . Sedih karena mau pindahan da...

Menjadi Ibu Ideal

Image
22-12-2024 Jujur saja, cita-cita utamaku adalah menjadi seorang ibu ideal. Sejak SMP, saat konsultasi mengenai cita-cita dengan guru BK, hal yang kutanyakan pada beliau adalah "Bu, cita-cita saya X dan saya tau menjadi seorang X sangatlah sibuk. Saya sangat ingin jadi X tapi juga ragu. Bagaimana nanti anak-anak saat saya sedang sibuk? Saya takut jadi ibu yang buruk dan kurang perhatian dengan anak karena kesibukan profesi ini." Bu guru BK-ku pun menjawab dengan bijak, "Nanti kamu pasti bisa mengatasinya Nak. Mungkin dengan mencari suami yang pekerjaannya lebih fleksibel, pengusaha misalnya. Jadi saat kamu nggak bisa menemani anak-anak, ada suami yang siap sedia bersama mereka." Jawaban itu sedikit menenangkanku dan membuatku semangat untuk mengejar cita-cita karier. Namun seiring waktu, setelah melewati berbagai tahapan menuju ke sana, ternyata "mencari suami" tidak semudah yang dibayangkan. Aku sering bingung, apakah sebagai perempuan kita harus "men...

Aku Kembali

09-11-2024 Nggak sadar, ternyata udah lama banget aku nggak nulis di blog ini. Bahkan sepanjang tahun 2024, ini pertama kalinya aku kembali membuka blog, dan menulis lagi. Huaa... bingung banget mau nulis apa karena banyak banget hal yang terjadi selama hampir sebelas bulan ini.  Satu hal yang bener-bener kerasa adalah... aku udah lulus kuliah dan akhirnya (mau nggak mau) harus menghadapi dunia dewasa yang ya tau sendiri lah. Memang, kuakui... studi lanjut S2 kemarin adalah "pelarian" ku karena ketidaksiapan diri menghadapi dunia kerja. Rasa-rasanya ilmuku masih belum mumpuni dan mentalku belum tahan uji.  Kadang aku bingung sendiri, ya Allah kenapa rasanya aku kayak terjebak di usia 17/18 tahun? Masa-masa ketika hal yang kupikirin cuma sekolah aja, plus organisasi tipis-tipis. Rasanya pengen istirahat setiap Sabtu-Minggu, rebahan sambil baca buku, dan nggak overthinking soal kejadian mengejutkan apakah yang akan terjadi setelah aku bangun pagi. Satu lagi yang aku sadar tapi ...

Refleksi 2023

Image
Jujur, tahun 2023 aku nggak punya goals yang muluk-muluk. Keinginanku untuk berani naik motor udah tercapai di 2022 (yang mana udah jadi goals dari tahun ke tahun sejak SMA), alhamdulillah. Tahun 2023, meskipun masih banyak overthinking -nya, aku cuma berdoa supaya bisa lulus magister. Alhamdulillah, aku sudah sidang tesis pada Desember 2023 lalu. Itu mepet banget sama pergantian tahun (2023 udah mau habis), jadi aku nggak bisa ikut wisuda tahun 2023. It's okay , nggak papa... yang penting aku nggak perlu bayar UKT lagi... wkwkwk. Tahun 2023, lagi-lagi aku harus belajar "menerima". Menerima ketidaksempurnaanku dalam berbagai hal, menerima takdir Allah untuk hidupku. Tahun itu, beberapa keluarga dekatku meninggal dunia yang bikin aku merasa kehilangan yang begitu dalam ( baca blog-ku tentang "Merelakan Kehilangan" di sini ). Saat kebanyakan orang menganggap tahun 2019-2021 (pandemi corona) jadi tahun terburuknya karena begitu banyak kehilangan keluarga mereka, a...

Wejangan Mbah Minuk

Image
Tahun 2023 jadi tahun terakhir Mbah Uti nanya "udah ada calon apa belum?" "jangan mikir sekolah terus, jodoh juga dipikirin" "kamu sama cucu-cucuku yang udah dewasa selalu tak doain semoga segera dapet jodoh yang bibit bebet bobotnya bagus..." dan lain-lainnya. Bukan karena aku udah punya calon atau udah nemu jodoh, tapi karena beliau udah kembali pada-Nya sebelum sempat melihat pernikahanku 😭. Kalau pas ditanyain perkara jodoh (hampir tiap tahun bahkan tiap berkunjung ke rumah beliau), aku merasa kesel dan agak dongkol gitu di hati. Tapi, saat udah nggak ada lagi yang nanyain... rasanya jadi kek "nggak papa aku ditanyain kapan nikah, mana calonnya, dll.... yang penting nanti pas aku nikah ada Mbah Uti di sampingku..."   Yaah... tentunya semua udah terlambat. Dan baru kusadari bahwa apa yang Mbah Uti lakukan (mengingatkanku perkara cari jodoh) adalah sebuah wujud kasih sayang dan penguatan untukku. Dari beliau aku belajar bahwa menikah memang ta...