Hujan

Saat kamu mendengar rintiknya, menghirup udara yang membersamainya, merasakan dinginnya angin yang membawanya. Ada satu rasa yang langsung menghunjam dalam jiwa. Rindu. Mengapa banyak orang, entah pujangga entah bukan, entah penyair atau penulis, entah pemuda yang sedang jatuh cinta atau patah hati, entah orangtua yang sudah sendiri atau masih menanti, seringkali merasakan rindu? Rindu akan seseorang, kampung halaman, atau kejadian. 

Katanya sih, rindu sekarang tak ada apa-apanya dengan rindu yang dulu. Sekarang, orang bisa langsung bertemu hanya dengan sekali klik di gawai. Sekarang, orang bisa terbang langsung ke kampung halaman dengan banyak transportasi yang berkembang. Namun tetap saja, dulu maupun sekarang, tiap orang tak bisa mengulang kejadian yang dirindukan. Karena apa? Waktu yang berlalu tak kan terulang sama dua kali. Waktu. Terus berjalan, terus melaju, tanpa henti.

Hujan. Mengingatkan kita bahwa Allah Maha Besar. Hujan yang datang, membuat kita tahu bahwa alam perlu keseimbangan. Siklus air terus berjalan. Evaporasi - Kondensasi - Presipitasi. Penguapan - Jadi Awan - Hujan. Begitu terus menerus tak berkesudahan.

Hujan. Membuat yang gersang, jadi basah; yang mati, tumbuh lagi; yang layu, segar kembali. Hujan seringkali membuatku merasa senang, rindu dan benci dalam waktu yang bersamaan. Senang karena akhirnya ia hadir setelah kemarau menemani. Rindu karena suasananya memicu. Benci karena terkadang ia membawa bencana, banjir atau longsor misalnya. Tapi aku tetap bersyukur akan datangnya hujan. Alhamdulillah, hujan datang membawa berkah.
اللَّهُمَّ صَيِّباً نافِعاً
"Wahai Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat."

Katanya, Januari itu singkatan dari Hujan Sehari-Hari. Memang benar sih, di berbagai daerah di negeri kita tercinta ini sedang terjadi musim hujan pada bulan Januari.

Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Suami idaman

Bapak