Sambatan Pramudi BRT
Suatu pagi yang cerah, ea.. wkwk. Aku mau otw ke kampus naik BRT seperti biasa. Suasananya nggak terlalu rame, tapi juga nggak sepi-sepi amat. Terdengarlah obrolan ringan pramudi dan petugas ticketing di bus ini. Yaa, karena beliau ini bicara agak keras, jadi aku dan sobat BRT lainnya pasti denger sih. Intinya sebuah dilema yang dialami sang pramudi (kalo menurutku ini sih salah satu sambatan, wkwk).
"Saya ini sering bingung sama penumpang. Kalau misal bus nya cepet, sering ada yang lapor kalau ugal-ugalan. Tapi kalau pelan-pelan, banyak yang sambat udah telat masuk kantor lah, telat sekolah, dll. Jadi, saya ini harus gimana?"
Itulah kira-kira isi sambatan beliau ke petugas ticketing yang di-iya iya in aja.
Hmm... Dengan mendengar sambatan beliau, aku jadi memahami bahwa setiap pekerjaan, setiap apa yang kita lakukan, pasti tidak bisa diterima mutlak sama orang lain. Ya kalau mau ngikutin yang satu, lainnya nggak setuju. Ngikutin yang satunya lagi, lainnya juga nggak setuju. Jadi, mungkin kita bisa bertindak aja sesuai hati nurani.
Kalau dipikir-pikir nih ya, sebagai penumpang kendaraan umum semacam BRT ini seharusnya bisa memperkirakan waktu. Misalnya, perjalanan biasa kalau pakai kendaraan pribadi bisa cuma setengah jam, nah kalau naik BRT kita bisa sedain waktu sejam lah. Because we don't know what happen out there. Kita harus memperkirakan uncertainty atau ketidakpastian yang mungkin terjadi. Macet misal, atau lagi ada perbaikan jalan jadi harus muter arah.
Comments
Post a Comment