Pertolongan Pertama vs Self Love

Akhir-akhir ini aku sering banget denger diskusi, baca artikel atau quotes, dan lihat YouTube tentang self love, bahwa kita harus mencintai diri sendiri dulu sebelum mencintai orang lain. Mungkin banyak dari kita yang kadang masih bingung juga tentang self love ini. Sejak kecil, kita diajarkan untuk suka membantu orang yang kesusahan, suka menolong teman, mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok atau pribadi. Tapi sadar nggak sih, kadang kita beranggapan bahwa dengan melakukan hal itu, berarti kita nggak usah peduli sama diri kita dong, harus mendahulukan kepentingan bersama atau orang lain daripada pribadi. *yeahh, itu pemikiranku dulu.. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak bertemu orang, dihadapkan berbagai masalah, mengunjungi lebih banyak tempat, membuatku belajar untuk juga mencintai diri sendiri. Bahwa penghargaan untuk diri sendiri itu juga penting. Sangat penting malah. Kalau menurut Marshanda di YouTube, kita harus melewati empat tahapan atau level nih. Self lack → Selfish → Self love → Selfless. 

Self lack merupakan level di saat seseorang merasa dirinya kurang, nggak berharga, nggak mampu, pokoknya insecure dengan apapun yang dia miliki. Menurutku sih, ini tipe orang yang kurang bersyukur dengan pemberian Allah, menurutku yaa. 

Selfish merupakan level saat seseorang hanya mementingkan diri sendiri, egois lah. Dia menganggap dirinya segala-galanya, orang lain itu nggak berarti apa-apa, bahkan terkadang dia merasa bahwa dirinya itu ada bukan karena Tuhan menciptakan. Hanya peduli dengan dirinya sendiri, tanpa memikirkan orang lain, dan sifat ini bisa membahayakan orang lain di sekitarnya. 

Self love merupakan level ketika seseorang menghargai dan mencintai dirinya sendiri, namun dari sifatnya itu bisa membuat orang lain nyaman dan merasa senang. Dengan peduli dengan dirinya sendiri, dia bisa menghargai orang lain seperti halnya dia menghargai dirinya. Menyadari bahwa tiap orang berbeda-beda, memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, saling menghargai dan hidup berdampingan dengan baik. 

Selfless merupakan level tertinggi yang paling baik. Nah, ini adalah level yang diharapkan oleh semua orang bahkan sering diajarkan pada kita sejak kecil. Bahwa kita harus membantu dan menolong orang lain, peduli dengan mereka, mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. 

Berdasarkan pemahamanku, kita harus melewati tahap dan level-level untuk menuju level tertinggi yaitu Selfless. Jadi harusnya kita diajarkan untuk self love dulu, baru selfless, bukan sebaliknya. Kalau istilah Jawa-nya "Adol lenga kari busike", membagi-bagikan barang tetapi dirinya sendiri tidak mendapat bagian, kan kasian. 

Terus apa hubungannya sama Pertolongan Pertama? 
Ternyata sebenernya aku udah belajar buat self love ini sejak SMA, cuma kurang sadar dengan hal itu. Di SMA, aku ikut organisasi PMR (Palang Merah Remaja). Aku belajar banyak hal di sana (mungkin lain kali aku bisa cerita tentang PMR ini), mulai dari materi Pertolongan Pertama, Perawatan Keluarga, membuat drama, negosiasi, public speaking, sampe hal sederhana seperti menyapa. Nah, pada materi Pertolongan Pertama ini, kita diajarkan tahap-tahapnya. Aku udah agak lupa sih, tapi tahap pertama yang harus dilakukan adalah menyelamatkan diri dulu sebelum menolong orang lain. 

"Apakah penolong aman?"
"Apakah lingkungan aman?"
"Apakah korban aman?"
"Apakah ada massa dan saksi?"
"Apakah massa mengganggu?" 

Dengan menyelamatkan diri dulu dan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), seorang penolong akan aman, sehingga dia bisa bertahan hidup dan bisa menyelamatkan lebih banyak orang yang butuh bantuan. Bayangkan, di suatu lokasi bencana hanya ada seorang penolong dan banyak korban berjatuhan. Kalau penolongnya udah meninggal dunia, maka akan lebih sedikit korban yang bisa ditolong, karena orang lainnya juga sudah jadi korban dan nggak bisa menolong korban lain kan. Gitu sih logikanya. 

Jadi, cintai dirimu dulu sebelum mencintai orang lain. Orang lain penting, tapi dirimu sendiri lebih penting :)

Comments

Popular posts from this blog

Apakah menikah harus berdasarkan cinta?

Bapak

Suami idaman